oleh

Masa Depan Biodiversitas Indonesia di Era Metaverse

Yogyakarta – Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta menggelar Seminar Nasional Biologi Tropika ke 6 dengan tema Masa Depan Biodiversitas Indonesia di Era Metaverse.

Seminar nasional yang dilaksanakan secara hibryd ini dibuka oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nadiem Anwar Makarim, B.A., M.B.A, Sabtu (23/7). Dengan narasumber Prof. Dr. Budi S. Daryono, M.Agr.Sc., Dekan Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada, Stephen Ng, CEO Metaverse Indonesia WIR Group, Wiryanatha Wijaya, S.Kom. Direktur MonsterAR.

Wiryanatha Wijaya, Direktur Monster AR, salah satu narasumber mengemukakan Metaverse mulai dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, termasuk di dunia pendidikan dan riset.

“Di dunia edukasi dan riset, teknologi AR (augmented reality) dan VR (virtuality reality) sebagai cikal bakal metaverse mulai banyak digunakan,” kata Wirya sebagaimana dilansir dari gatra.com.

Ia menyebut metaverse bukanlah sebuah platform atau produk, melainkan sebuah era dengan banyak elemen.

“Banyak peluang yang bisa diolah dari sisi industri dan ilmu pengetahuan. Metaverse menawarkan cara baru untuk berkolaborasi di mana pun secara virtual,” paparnya.

Teknologi metaverse punya sejumlah benefit. Antara lain mengatasi hambatan di dunia nyata, mengembangkan imajinasi, bahkan pengguna dapat traveling ke mana pun.

“Metaverse juga meningkatkan literasi dan skill. Saat bertemu orang baru, kita juga tidak awkward (canggung) bahkan membuka peluang-peluang baru,” ujarnya.

Selama ini, di bidang edukasi dan riset, teknologi AR-VR sudah digunakan untuk praktikum dan belajar bersama. Untuk tingkat lebih lanjut, rekayasa molekuler dan protein juga mulai memanfaatkannya.

“Selama ini rekayasa ini susah dan mahal, tapi bisa dilakukan di metaverse,” ujarnya

Wirya mencontohkan, teknologi kecerdasan buatan dan machine learning sebagai elemen metaverse juga telah dimanfaatkan dalam farmasi yakni untuk pengujian dan produksi obat. Adapun teknologi blockchain yang transparan dan desentralisasi dapat untuk verifikasi data guna memastikan suatu informasi dalam riset agar data itu valid.

Baca Juga  Tradisi Sambut Warga Baru, Tumbuhkan  Militansi, Jiwa Korsa dan Etos Kerja

Ia juga memaparkan, sejumlah negara telah menerapkan hasil riset berbasis metaverse. Contohnya, sebuah rumah sakit Dubai membuka konsultasi jarak jauh dengan VR untuk pasien dalam kondisi lumpuh. Sedangkan di Korsel dikembangkan replika genetik yang digunakan untuk memprediksi terapi medis yang tepat bagi individu.

“Teknologi block chain juga dapat digunakan untuk mengintegrasikan data biodiversitas secara valid. Metaverse menjawab kebutuhan pembelajaran yg aman tanpa harus ke lapangan yang sulit dijangkau,” tuturnya.

Dekan Fakultas Biologi UGM Budi Daryono menjelaskan perlunya kolaborasi dalam mengembangkan teknologi metaverse. Hal ini juga cocok dengan teori simbiosis mutualisme dalam biologi.

“Kita tahu teori ini paling baik supaya kita saling maju, tapi tidak bisa tanpa aksi dan implementasi. Jadi kata kuncinya kolaborasi,” ujarnya.

Untuk itu, komunitas ilmuwan biologi Indonesia harus memanfaatkan semua peluang dan jaringan dalam mengembangkan keilmuan, termasuk dengan teknologi Metaverse. (RedG)

Komentar

Tinggalkan Komentar