Jambi – Konflik lahan yang terjadi antara masyarakat Desa Tarikan, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muarojambi dengan pihak Perusahaan yakni PT Kumpeh Karya Lestari (KKL) milik Yan Isaryanto Alias Asiong cs masih terus berlanjut.
Kali ini, masyarakat merasa terusik dengan adanya pengamanan pihak kepolisian di lokasi Tanah Obyek Landreform (TOL) tersebut. Pasalnya, karena masyarakat yang hendak memanen sawit hasil kebunnya dilarang. Padahal kemampuan ekonomi masyarakat hanya tergantung dari hasil perkebunan tersebut.
Seperti yang diutarakan oleh Ahmad Sabki salah satu masyarakat Kelompok Tani Tanah Objek Landreform (TOL), bahwa dengan adanya aparat kepolisian di lokasi kebun milik masyarakat, pihaknya sangat terusik karena ini menyangkut ekonomi masyarakat desa Tarikan.
“Jadi masyarakat tidak bisa memanen hasil kebunnya. Selama ini masyarakat nyaman berada di tanahnya sendiri, tapi setelah ada bapak-bapak polisi ini masyarakat sangat merasa terusik dan terintimidasi. Mohon kepada pemerintah yang di atas untuk mengatasi persoalan ini,” katanya kepada awak media, Minggu (11/4/2021).
“Hampir satu minggu ini masyarakat desa Tarikan tidak bisa memanen sawit di lahan miliknya. Kalau kita manen katanya nanti terkena Undang-undang (UU) Perkebunan. Padahal kan tanah ini adalah lahan Objek Landreform untuk masyarakat Desa Tarikan kenapa itu diterapkan Undang-undang Perkebunan,” tambahnya.
Hingga saat ini, masyarakat merasa dengan keberadaan pihak kepolisian di lokasi perkebunan merasa terganggu, karena tidak bisa memanen sawit miliknya.
“Itu buah-buah masyarakat, ditakut-takuti oleh pak Kapolres dengan UU Perkebunan katanya 4 tahun penjara, padahal kami tahu ada Serma (Surat Edaran Mahkamah Agung), Perma (Peraturan Mahkamah Agung) dan Surat Edaran (SE) Jaksa Agung yang menyebutkan dalam edarannya tidak boleh dipidanakan. Ini kan ranahnya perdata kenapa kami dilarikan ke persoalan pidana,” keluh Ahmad.
Ahmad menjelaskan, sebelumnya telah ada perjanjian antara warga Desa Tarikan dengan Bupati Muarojambi dan Tim Terpadu (Polres, Kodim, BPN) belum lama ini. “Bupati mengusulkan supaya ini diselesaikan dengan jalan mediasi namun nyatanya berbeda,” tandasnya.
“Itu hanya kebohongan saja sampai sekarang ini belum pernah ada mediasi, belum ada janji janji yang ditepati,” tambahnya.
Dahulu, ungkap Ahmad, katanya Bupati Muarojambi Masnah Busro tidak ingin melihat warganya ditangkap karena sengketa ini, tapi kenyataannya berbeda lagi.
“Kenyataannya ada warga kami yang ditangkap, kami selalu diintimidasi oleh pihak-pihak aparat,” katanya.
Karena itu, Ahmad berharap ke depannya bahwa TOL ini merupakan program negara, dirinya juga meminta tolong agar dikembalikan lahan ini sesuai peruntukannya, amanat negara untuk milik masyarakat Desa Tarikan, Kecamatan Kumpeh Ulu.
“Ini kan ada namanya SK TOL, untuk kesejahteraan masyarakat Desa Tarikan, tapi sampai saat ini tanah tersebut masih dikuasai oleh pihak perusahaan PT KKL, perusahaan itu sendiri bergerak di bidang pengelolaan kayu hutan bukan bergerak di bidang perkebunan. Masyarakat hanya dibodohi,” keluhnya
Luasan lahan yang mesih menjadi sengketa antara masyarakat Desa Tarikan dengan PT KKL yakni sekitar 977,45 hektar, itu milik pribadi di luar lahan TOL Program Pemerintah Pusat.
“Inikan lahan yang diperuntukan untuk masyarakat, jadi kami menuntut hak kami. Inikan sudah didudukan di rel yang sebenarnya yakni di pengadilan perdata, jadi kami jangan diintervensi oleh aparat,” katanya.
Dirinya berharap agar aparat kepolisian yang berada di lokasi kebun hengkang dari lokasi tersebut, biarkanlah masyarakat Desa Tarikan menikmati hasil kebun sawit tersebut. “Ini toh masyarakat dia juga, ini untuk masyarakat bukan untuk pribadi,” katanya.
Sementara itu, Kapolres Muarojambi AKBP Ardiyanto mengatakan, dirinya sengaja meletakkan anggotanya di lokasi lahan tersebut untuk mencegah terjadinya konflik antara pihak pengusaha dengan masyarakat Desa Tarikan.
“Lahan itukan masih sengketa, legal standing terhadap lahan tersebut masih berperkara di pengadilan, sementara para pihak itu baik pihak warga maupun pihak perusahaan menganggap berhak semuanya.
“Sehingga untuk mencegah konflik kami taruh di situ anggota. Dan diharapkan tidak ada pencurian seperti apa yang dituduhkan oleh perusahaan,” katanya.
Anggota ditempatkan di sana untuk mengantisipasi adanya pencurian buah sawit yang berada di TOL, yang masih bersengketa itu. “Perintah saya untuk mengamankan, kalau memang ada pencurian, kalau tidak kami cegah maka akan terjadi konflik,” katanya.
“Karena itu sedang berproses hukum, kami juga mendorong kepada Bupati agar menstatus quo kan terhadap lahan yang sedang bersengketa, karena bupati selaku ketua tim terpadu penanganan konflik sosial,” tutupnya. (RedG/Syah)