oleh

Dikotomisasi Peraturan dan Moralitas Berkendara

Oleh : Aisyiyah Khimiwanda (Mahasiswa KPI UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan)

 

Pekalongan – Peraturan lalu lintas memiliki tujuan utama untuk terciptanya keselamatan dalam berkendara.

Namun dalam penerapannya peraturan tersebut seperti “Hiasan Jalur Raya”. Bagaimana tidak?

Simbol rambu lalu lintas bertuliskan huruf “S” kapital dengan coretan garis miring yang bermakna dilarang berhenti kerap dilanggar, bahkan terdapat lapak para pedagang kaki lima diarea tersebut. tak jauh beda dari hal itu, simbol huruf “P” kapital dengan coretan garis miring yang memiliki makna dilarang parkir juga kerap dilanggar. Salah satunya para pengemudi angkutan umum yang tak sedikit mangkal diarea tersebut. Hal itu akan memicu kemacetan bahkan dapat menyebabkan kecelakaan. Argumen terkait hal tersebut tertera dalam Undangundang nomor 22 tahun 2009 dalam pasal 1 nomor 15 yang menjelaskan tentang larangan parkir yang berbunyi “Parkir merupakan keadaan berhenti atau tidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggal pengemudinya.” Sedangkan dalam pasal yang sama nomor 16 menjelaskan tentang larangan berhenti yang berbunyi “berhenti merupakan keadaan kendaraan tidak bergerak untuk sementara dan tidak ditinggalkan pengemudinya.” Pengendara yang melanggar rambu lalu lintas tersebut dapat dikenai sanksi, sebagaimana yang telah tertera dalam pasal 287 ayat 3, untuk pengemudi motor berupa pidana kurung paling lama satu bulan dan denda Rp. 250.000 sedangkan sanksi untuk kendaran umum berupa penderekan paksa, namun dapat diatur lagi sesuai daerah yang bersangkutan.

Terlepas dari peraturan yang divisualisasikan ke dalam simbol, peraturan yang selalu diabaikan adalah memakai helm saat berkendara. Tak sedikit pengendara yang enggan menggenakan helm saat berkendara, bahkan dengan kecepatan berkendaranya sangat tinggi. Melihat fungsi helm yang vital dalam keselamatan. Sanski yang dikenakan dalam pelanggaran ini Bukan hanya pengemudi saja, penumpang juga bisa ikut dikenai sanksi. Dalam pasal 291 ayat 2, yang berbunyi “setiap pengemudi yang membiarkan penumpangnya yang tidak memakai helm sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 106 ayat 8 dipidana kurung paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp.250 ribu.”

Baca Juga  Hilangnya Politik Ideologi

Pelanggaran yang sudah merabah menjadi kebiasaan padahal memiliki resiko yang besar bagi dirinya maupun orang lain, yaitu merokok dengan berkendara. Tidak sedikit orang yang menganggap remeh hal tersebut baik menghempaskan asap atau membuang abu di sepanjang perjalanan. Ketika di beri peringatan, bukan bergegas dipertimbangkan malah naik pitam. Beberapa hal tadi bukan hanya mengganggu kelancaran dan keselamatan berkendara saja, tapi mengancam lingkungan yang bisa berakibat kebakaran karena membuang putung rokok sembarangan. Dalam UU LLAJ pasal 283, tentang sanksi merokok saat berkendara, berbunyi

“setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat 1, dipidana kurung paling lama 3 bulan dan denda paling banyak Rp750 ribu.

Peraturan yang berwujud simbolis atau tertulis apakah sudah terlaksana dengan baik? Kerap terjadi pelanggaran namun sanksi hukum hanya dijadikan suatu transaksi saja, tanpa diedukasi lebih lanjut serta diberi solusi atas pelanggaran tersebut. Oleh karena itu, sebagai pengendara hendaknya memupuk moralitas dalam berkendara. Seperti HR. Tarbani, diriwayatkan bahwa

Mu’adz melakukan perjalanan bersama seorang lelaki. Mu’adz mengangkat batu dari jalan. Orang itu pun bertanya “mengapa engkau melakukan ini?” Mu’adz menjawab “aku telah mendengar Rasulullah saw. Bersabda,’siapa saja yang mengangkat sebuah batu dijalan, akan dicatat untuknya kebaikan. Dan siapa saja yang dicatat untuknya suatu kebaikan, maka ia akan masuk surga’. Dengan hadist yang tertera di atas dapat di simpulkan bahwa ketika melakukan kebaikan sesederhana apapun artinya kita sudah menyelamatkan orang lain. moralitas dalam berkendara hendaknya di tekankan. Dimulai dari keselamatan diri sendiri dengan begitu terciptalah keselamatan untuk orang lain. (RedG)

Komentar

Tinggalkan Komentar