oleh

Sebuah Paradoks Opini WTP dan Kesejahteraan di Kabupaten Brebes

Penulis:
Rifan Azzam Amrulloh, SH
(Pengamat Birokrasi dan Aktivis Anti Korupsi)

Kabupaten Brebes baru saja mendapatkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terkait Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun anggaran 2020 dan mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI perwakilan Jawa Tengah. Saat menerima penghargaan capaian WTP, Bupati dalam sambutannya menyebutkan, “capaian WTP ini bisa menjadi indikasi peningkatan kesejahteraan masyarakat Brebes dan bukan sekedar laporan tertib administrasi”. (panturanews 21/05/2021).

Sedangkan menurut penelitian Sugiharto (2007), indikator yang digunakan BPS untuk mengetahui tingkat kesejahteraan ada delapan, yaitu pendapatan, konsumsi atau pengeluaran keluarga, keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal kesehatan anggota keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan memasukan anak ke jenjang pendidikan dan kemudahan mendapatkan akses transportasi.

Berdasakan penilaian opini BPK terkait WTP Kabupaten Brebes, hanya dilihat dari penilaian tertib adiministrasi yang meliputi kesesuaian dengan standar akuntasi pemerintahan, kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan efektifitas system pengendalian intern.

Berarti apa yang disampaikan bupati dalam sambutannya terkait opini WTP tidak patut dibanggakan, dan jauh dari substansi peningkatan kesejahteraan. Karena WTP merupakan opini BPK berdasarkan laporan adminstratif semata. Sedangkan kondisi real dari segi kesejahteraan rakyat Kabupaten Brebes masih menjadi kabupaten dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di Provinsi Jawa Tengah, yaitu sebanyak 308,8 Ribu Jiwa.

Begitupula dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Brebes, dengan angka sebesar 66,11 masih berada di peringkat terbawah di antara Kabupaten atau Kota di Provinsi Jawa Tengah (lihat pada ulasan Brebes dalam angka 2021 oleh BPS).

Karena itu sangat ironis, jika muncul pernyataan yang menggelitik pikiran, yaitu pernyataan soal pemberian opini WTP dikaitkan dengan tingkat kesejahteraan. Sekalipun Kabupaten Brebes mendapatkan hal tersebut untuk kedua kalinya. Namun kalau kemudian dikaitkan dengan indikasi kesejahteraan rakyat, ini menjadi sebuah pernyataan paradoks yaitu pernyataan yang seolah olah bertentangan dengan kenyataan atau keadaan dari sebuah kondisi sebenarnya.

Baca Juga  Panasnya Kursi Sekda Setelah Ditinggal BR

Coba kita menelisik lebih substantife Undang-undang (UU) No. 15 Tahun 2006 tentang BPK, yaitu pemberian opini WTP oleh BPK dasar pertimbangan utamanya adalah kewajaran penyajian pos-pos laporan keuangan sesuai dengan SAP (Standar Akutansi Pemerintahan). Apa itu SAP, penjelasan pasal 9 ayat 1 huruf i UU BPK yang dimaksud dengan SAP, adalah pedoman dan ukuran tentang pencatatan dan pelaporan berkaitan dengan transaksi keuangan, yang disusun oleh suatu komite yang berwanang menurut UU.

Jika misalnya dalam pemeriksaan ditemukan proses pengadaan barang atau jasa yang menyimpang dari ketentuan, namun secara keuangan sudah dilaporkan sesuai dengan SAP maka pelaporan keuangan bisa memperoleh opini WTP. Sehingga kewajaran disini, bukan berarti kebenaran atas suatu indikasi kesejahteraan rakyat, melainkan hanya berhubungan dengan ketentuan administratif.

Masalah yang dihadapi sekarang adalah bukan penyelesaian adminstratif semata, mendapat penghargaan opini WTP dari BPK lantas seakan akan menjadi prestasi luar biasa, padahal sebetulnya biasa saja. Alasannya,karena Bupati mempunyai salah satu kewajiban selain mempertanggungjawabkan kepada rakyat, juga harus mempertanggungjawabkan kepada pemerintah di atasnya soal pengelolaan keuangan yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Kemiskinan Justru Mengalami Kenaikan

Pertanggungjawaban Bupati terkait tingkat kesejahteraan di Kabupaten Brebes yang sesuai dengan data Brebes dalam angka tahun 2021 yang bersumber dari BPS Kabupaten Brebes menunjukan, bahwa kemiskinan di Kabupaten Brebes pada tahun 2020 justru mengalami kenaikan, sedangkan pada tahun sebelumnya cenderung menurun.

Angka kemiskinan Kabupaten Brebes pada tahun 2020 yaitu sebesar 17,03 % mengalami kenaikan dibanding pada tahun 2019 yaitu sebesar 16,22% (lihat Brebes dalam angka 2021, BPS Brebes hal. 100). Hal demikian berkorelasi dengan fundamental Development state di Kabupaten Brebes sendiri, yaitu pada program bidang pendidikan dan kesehatan masih banyak catatan, misalnya dalam pendidikan angka partisipasi murni (KPM) untuk jenjang SMA/ SMK/MA masih belum mencapai 50%, yaitu sebesar 49,59%.

Baca Juga  Empat Kali WTP, Kemenkumham Tetap Tingkatkan Laporan Keuangannya

Sedangkan untuk kesehatan terdapat permasalahan gizi buruk sebanyal 299 kasus pada tahun 2020. Salah satu faktor bahwa tingkat kesejahteraan di Brebes masih banyak catatan kritis yaitu tentang garis kemiskinan. Selama periode 2019 – 2020 garis kemiskinan naik sebesar 4,16% yaitu sebesar Rp. 414.641,- perkapita perbulan menjadi Rp. 431.897,- perkapita per bulan (lihat data BPS Brebes 2021).

Karena itu, peristiwa pemberian opini WTP oleh BPK dengan disandingkan data BPS Kabupaten Brebes 2021, pemberian opini WTP jika tidak mempengaruhi atau tidak ada perubahan yang signifikan kaitannya dengan tingkat kesejahteraan,

Jadi pernyataan Bupati soal WTP itu, hanya urusan politik pencitraan saja. Politik pencitraan yang lebih mementingkan administrasi birokrasi, tapi lalai dalam hal memfilosofikan terbentuknya pemerintahan daerah berdasarkan pasal 18 ayat 2 UUD 1945. Pasal tersebut bunyinya, bahwa kepala daerah mempunyai kewajiban menjalankan otonomi seluas-luasnya demi kemakmuran masyarakat daerahnya. (***)

 

Komentar

Tinggalkan Komentar