oleh

Turunnya WTP menjadi WDP Bukan Karena OTT

Penulis : Drs. Budi Rahardjo, MM. (Warga Mulyoharjo, Pemalang) 

Pemalang – Setelah enam kali bertutur turut Kabupaten Pemalang mendapat Opini Tanpa Kecuali (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), tahun 2022/2023 ini Kabupaten turun pernyataan atau pendapat profesional BPK menjadi Wajar Dengan Perkecualian (WDP).

Turunnya WTP menjadi WDP bagi Kabupaten Pemalang menjadi catatan penting. Ada apa dengan arus keuangan di Kabupaten Pemalang? Apa saja hambatan yang dialami oleh Kabupaten Pemalang sampai turun menjadi WDP.

Perlu diketahui Dalam setiap pemeriksaan keuangan yang dilakukan, BPK mengeluarkan pernyataan atau kesimpulan yang disebut “opini”. Opini merupakan pernyataan atau pendapat profesional yang merupakan kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.

 

Berdasarkan pemberitaan dari Radar Tegal https://radartegal.disway.id/read/656057/bukan-masalah-keuangan-plt-bupati-pemalang-sebut-opini-wdp-dari-bpk-ri-akibat-ott-kpkPredikat bahwa opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Pemalang tahun 2022, disebabkan karena adanya Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantas Korupsi Republik Indonesia (KPK RI).

“Opini WDP itu mungkin karena adanya OTT KPK RI di Kabupaten Pemalang. Sehingga menjadi penilaian yang sangat berat dalam hasil penelitian keuangan daerah,” ujar Plt. Bupati Pemalang Mansur Hidayat.

Menurutnya, adanya OTT KPK RI di Kabupaten Pemalang mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap hasil pemeriksaan BPK RI. Karena dari penilaian pemeriksaan yang lain, sangat kecil pengaruhnya.

Anggapan atau dugaan dari Plt. Bupati Pemalang Mansur Hidayat ini jelas salah. Tidak ada parameter yang menyebutkan bahwa OTT tindak pidana korupsi berpengaruh terhadap opini yang diberikan oleh BPK.

Sebagaimana termuat dalam https://jatim.bpk.go.id/tahukah-anda/tingkatan-opini-bpk-atas-laporan-keuangan-pemerintah-daerah/

Opini ini didasarkan pada kriteria antara lain :

  1. Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan
  2. Kecukupan pengungkapan (adequate disclosures)
  3. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan
  4. Efektivitas Sistem Pengendalian Interen.
Baca Juga  Urgensi Apel Pagi Dalam Upaya Pembentukan Karakter Anti -Korupsi pada Petugas Pemasyarakatan di Rutan Klas IIB Demak 

Sehingga tidak ada klausul yang menyebutkan adanya tindak pidana korupsi pada suatu daerah yang dilakukan oleh kepala daerah dan atau pejabat yang ada di daerah tersebut  mempengaruhi penilaian terhadap arus keuangan yang menyebabkan turunnya opini WTP menjadi WDP.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004, BPK dapat memberikan empat jenis opini, yaitu:

  1. Wajar Tanpa Pengecualian (WTP/unqualified opinion)
  2. Wajar Dengan Pengecualian (WDP/Qualified opinion)
  3. Tidak Wajar (TW/Adverse opinion)
  4. Tidak Menyatakan Pendapat (TMP/Disclaimer opinion)

Opini WTP diberikan dengan kriteria: sistem pengendalian internal memadai dan tidak ada salah saji yang material atas pos-pos laporan keuangan. Secara keseluruhan laporan keuangan telah disajikan secara wajar sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).

Opini WDP diberikan dengan kriteria: sistem pengendalian internal memadai, namun terdapat salah saji yang material pada beberapa pos laporan keuangan. Laporan keuangan dengan opini WDP dapat diandalkan, tetapi pemilik kepentingan harus memperhatikan beberapa permasalahan yang diungkapkan pemeriksa atas pos yang dikecualikan tersebut agar tidak mengalami kekeliruan dalam pengambilan keputusan.

Opini TW diberikan jika sistem pengendalian internal tidak memadai dan terdapat salah saji pada banyak pos laporan keuangan yang material. Dengan demikian secara keseluruhan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar sesuai dengan SAP.

Adapun opini TMP diberikan apabila terdapat suatu nilai yang secara material tidak dapat diyakini pemeriksa karena ada pembatasan lingkup pemeriksaan oleh manajemen sehingga pemeriksa tidak cukup bukti dan atau sistem pengendalian intern yang sangat lemah. Dalam kondisi demikian, pemeriksa tidak dapat menilai kewajaran laporan keuangan. Misalnya, pemeriksa tidak diperbolehkan meminta data-data terkait penjualan atau aktiva tetap, sehingga tidak dapat mengetahui berapa jumlah penjualan dan pengadaan aktiva tetapnya, serta apakah sudah dicatat dengan benar sesuai dengan SAP. Dalam hal ini, pemeriksa tidak bisa memberikan penilaian apakah laporan keuangan WTP, WDP, atau TW.

Baca Juga  Bandwagon Effect Dalam Survei Demi Elektabilitas Paslon

Keempat jenis opini yang bisa diberikan oleh BPK tersebut dasar pertimbangan utamanya adalah kewajaran penyajian pos-pos laporan keuangan sesuai dengan SAP. Kewajaran disini bukan berarti kebenaran atas suatu transaksi. Opini atas laporan keuangan tidak mendasarkan kepada apakah pada entitas tertentu terdapat korupsi atau tidak. diperbolehkan meminta data-data terkait penjualan atau aktiva tetap, sehingga tidak dapat mengetahui berapa jumlah penjualan dan pengadaan aktiva tetapnya, serta apakah sudah dicatat dengan benar sesuai dengan SAP. Dalam hal ini, pemeriksa tidak bisa memberikan penilaian apakah laporan keuangan WTP, WDP, atau TW.

Opini atas laporan keuangan tidak mendasarkan kepada apakah pada entitas tertentu terdapat korupsi atau tidak.

(RedG)

 

Komentar

Tinggalkan Komentar