oleh

SEKOLAH INKLUSI, HAK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DALAM MENGGAPAI ASA

Pemalang – “Anak saya akhirnya saya pindahkan ke sini, memang jauh dari rumah sekitar 8 km.” kata orangtua Nizar, salah  satu murid di SDN 14 Mulyoharjo, ketika ditemui tim Gnews pada waktu yang lalu. Ia  menceritakan kondisi anaknya, secara fisik tidak ada perbedaan dengan teman teman sebayanya, sehat, tumbuh dengan normal, akan tetapi di Sekolah Dasar yang dahulu, dia di cap oleh guru dan teman-temannya sebagai anak yang kurang pandai atau bahasa kasarnya bodoh. Tentunya beberapa kali sianak tidak naik kelas. Oleh gurunya, disarankan untuk dimasukkan ke pondok pesantren.

Orang tua Nizar pun memenuhi saran dari guru tersebut. Demi anak mendapat pendidikan yang baik dan layak, maka apapun ditempuhnya. Maka dikirimlah anaknya ke pondok pesantren di daerah Kabupaten Tegal. Harapan orang tua tentunya anaknya minimal mampu menyerap apa yang diajarkan oleh guru dan ustadz di pondok pesantren tersebut. Tentunya dengan mondok diharapkan anak mendapatkan pembelajaran ganda yang seimbang baik pelajaran umum maupun pelajaran keagamaan.

Waktu berlalu, sampailah penerimaan rapor. Orangtua Nizar dipanggil khusus oleh wali kelas dipondok pesantren tersebut. Dengan bahasa yang santun, halus dan tutur kata yang tertata dengan rapi, wali kelas di pondok tersebut menyerahkan kembali nizar kepada orangtua. Pihak pondok merasa tidak mampu mendidik karena nizar dianggap tidak mampu mengikuti pelajaran dan pembelajaran sebagaimana kurikulum yang telah ditetapkan dan dilaksanakan selama ini.

Tentunya dengan kondisi seperti ini orang tua nizar sangatlah gusar, bagaimana membekali anaknya dengan pendidikan yang memadai. Kegundahan dengan anak yang dianggap bodoh oleh orang lain, tetapi belum tahu apa yang dialami oleh anaknya.

Orangtua Nizar tepatnya belum paham apa yang dialami oleh anaknya sehingga tidak mampu menyerap pelajaran  yang diberikan oleh sekolah maupun pondok pesantren.  Cap anak bodoh melekat pada dirinya, karena pada umur 10 tahun belum bisa baca tulis dengan baik dan benar.

Mau konsultasi kemana mengenai masalah anaknya juga tidak tahu. Akhirnya ada yang menyarankan anaknya untuk pindah ke SDN 14 Mulyoharjo, Pemalang. Setelah mendapatkan informasi mengenai alamat sekolah orangtua nizar akhirnya mindahkan anaknya ke sekolah tersebut, dan dimasukkan ke kelas V.

SDN 14 Mulyoharjo merupakan salah satu sekolah yang ditunjuk oleh Dinas Pendidikan dan kebudayaan Kabupaten Pemalang untuk menyelenggarakan sekolah inklusi yang menerima anak berkebutuhan khusus.

Baca Juga  Pelatihan Pembuatan POC dan Pembibitan Buah Tin, Mahasiswa KKN UPGRIS Berdayakan Warga

Dari assesment ahli dan guru pengajar khusus ABK, melalui Kepala sekolah menerangkan ke orang tua Nizar bahwa anaknya termasuk anak lamban belajar atau slow learner, dimana anak yang memiliki potensi intelektual sedikit dibawah rata-rata tetapi belum termasuk gangguan mental. Mereka butuh waktu lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non akademik.  Atau dapat pula di katagorikan anak dengan kesulitan belajar khusus atau specific learning disabilities, dimana  anak yang mengalami hambatan atau penyimpangan pada satu atau lebih proses psikologis dasar berupa ketidakmampuan mendengar, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja dan berhitung.

Memang Nizar ini dapat dikatagorikan mengalami Disleksia (dyslexia), sebuah gangguan dalam perkembangan baca-tulis yang umumnya terjadi pada anak menginjak usia 7 hingga 8 tahun. Ditandai dengan kesulitan belajar membaca dengan lancar dan kesulitan dalam memahami meskipun normal atau di atas rata-rata.

Baik anak Disleksia maupun anak berkebutuhan khusus lainnya, tentunya mempunyai hak yang sama seperti anak-anak normal lainnya  dalam mendapatkan pendidikan dasar maupun pendidikan lanjutan serta pendidikan lainnya juga dimiliki oleh anak anak berkebutuhan khusus seperti Nazar ini.

 

Sekolah Inklusi Bukan  Sekolah Anak Bodoh

Pendidikan merupakan salah satu hak anak Indonesia, baik anak normal maupun anak berkebutuhan khusus memiliki hak yang sama. Seperti termaktub dalam Undang-undang Dasar 1945  pasal 31, yakni:

– Ayat (1): “Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan”.

– Ayat (2): “Setiap  warga  Negara  wajib  mengikuti  pendidikan  dasar dan pemerintah wajib membiayainya

Disamping itu berdasarkan Undang-undang Hak Asasi Manusia (UU No. 39 Tahun 1999) pada bagian Hak Anak salah satunya adalah sebagai berikut: (1) Setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasannya.”

Sejalan dengan undang undang dasar dan undang-undang hak asasi manusia, peraturan menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 70 tahun 2009 tentang Pendidikan inklusif bagi peserta didik yang mengalami kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Dinyatakan pada pasal 1 bahwa  yang dimaksud dengan pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.

Baca Juga  Tekan Inflasi, Pemkab Pemalang Lakukan Gerakan Tanam Cabe di Pekarangan

Dengan kata lain sekolah umum yang menerima anak berkebutuhan khusus, tentunya proses pembelajaran yang diberikan sesuai dengan kurikulum yang telah ditentukan. Akan tetapi bagi anak berkebutuhan khusus tentunya ada guru dan pelajaran tambahan yang khusus menanganai anak berkebutuhan khusus ini di luar jam belajar mengajar yang telah dilaksanakan.

Pada pasal 4 Permendiknas nomor 70 tahun 2009 dinyatakan  Pemerintah kabupaten/kota menunjuk paling sedikit 1 (satu) sekolah dasar, dan 1 (satu) sekolah menengah pertama pada setiap kecamatan dan 1 (satu) satuan pendidikan menengah untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif yang wajib menerima peserta didik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).

Amanat UU ini tentunya harus dijabarkan oleh pemerintah kabupaten/kota agar anak berkebutuhan khususpun mendapat pendidikan yang setara. Seperti di Kabupaten Pemalang ini, di kecamatan Pemalang salah satunya menunjuk SDN 14 Mulyoharjo sebagai sekolah dasar inklusi, sedangkan Sekolah lanjutan pertamanya menunjuk SMPN 7 Pemalang sebagai sekolah inklusinya.

Tentunya  pemerintah kabupaten/kota tidak hanya sekedar menunjuk sekolah dasar maupun sekolah lanjutan pertama sebagai sekolah inklusi melainkan juga menyiapkan perangkat pembelajarannya baik segi sumberdaya pengajar maupun sarana dan prasarana lainnya.

Adanya guru yang khusus dengan konsultan psikologis maupun konsultan terapis lainnya harus dimiliki oleh sekolah, disamping itu pemberian pemahaman kepada siswa lainnya agar mengerti dan empati terhadap temannya yang meiliki kebutuhan khusus juga tidk kalah pentingnya. Dimana segi sosial dan pergaulan antar teman, maupun siswa dengan guru harus benar-benar diperhatikan untuk menuju terciptanya sekolah inklusi yang di harapkan.

Seperti yang diungkapkan oleh Lusy Joewono salah seorang praktisi dan guru yang berkecimpung dalam yayasan yang bergerak dibidang pendidikan anak berkebeutuhan khusus mengatakan bahwa anak berkebutuhan khusus mengenai sekolah pada dasarnya tidak mencari dan di haruskan mencapai nilai dan kecerdasan yang sama dengan anakk yang lain, tetapi mereka lebih di titik fokuskan pada belajar kemandirian, sosialisasi, interaksi sosial dan untukk pemahaman serta penggalian potensi dirinya guna  modal kehidupan masa depannya agar tidak tergantung pada orang lain atau orang tua. (RedG/SE)

 

Komentar

Tinggalkan Komentar