oleh

Hadirkan Kantor Representatif di Semarang, PPLI Komitmen Atasi Limbah B3

SEMARANG – PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) berkomitmen untuk menangani permasalahan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Jawa Tengah (Jateng) tak kunjung mendapatkan solusi mengenai pengolahan limbah itu.

Kini, PPLI resmi hadir di Kota Semarang atau tepatnya di Kawasan Industri Wijaya Kusuma (KIW). Pembukaan ini dikarenakan melihat peluang besar bagi
perusahaan untuk meningkatkan bisnis melalui kantor representatif di KIW.

Pasalnya, potensi pengolah limbah di Jateng, khususnya di Semarang ini cukup besar.

“Dengan adanya kantor perwakilan PPLI di Semarang ini diharapkan bisa double peningkatannya sesuai kapasitas yang diinginkan,” ucap General Manager PPLI, Yurnalisdel, Kamis (30/6/22).

Sebagai informasi, perusahaan tersebut adalah penyedia layanan pengumpulan, daur ulang, pengolahan, dan pembuangan untuk limbah berbahaya dan limbah tidak berbahaya. Perusahaan ini juga telah ada di Indonesia sejak tahun 1994.

Menurut informasi dihimpun, sepanjang beroperasi sampai sekarang yakni telah memiliki sebanyak 30 perusahaan pengolahan limbah B3 di Jateng, yang ditangani oleh PPLI. Dimana pengolahan limbah tersebut dilakukan di PPLI Cileungsi.

“Selama ini limbah dari Jateng kita bawa ke Cileungsi, ke depan bisa juga kita olah di Lamongan, Jatim” jelasnya.

Perlu diketahui, kerusakan lingkungan bisa diakibatkan dari limbah rumah tangga atau perorangan, tapi bisa juga dari kalangan industri. Tak jarang,
industri menghasilkan limbah dari hasil sisa usaha berupa bahan berbahaya dan beracun atau dikenal sebagai limbah B3.

Selain itu, jika mengacu Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, pengategorian limbah B3 dilihat dari sifat, konsentrasi kandungan bahan, serta jumlahnya.

Pertumbuhan industri yang pesat, kata Yurnalisdel, hal ini berimbas pada jumlah limbah, termasuk jenis limbah B3 yang dihasilkan, mengingat limbah berbahaya dan beracun, pengelolaan limbah B3 perlu melewati serangkaian proses, mulai dari tata cara penyimpanannya, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, hingga penimbunan.

Baca Juga  Dua Spesialis Perampok Pecah Kaca Mobil diamankan Tim Gabungan Resmob Polda Jambi

Ia menjelaskan, penanganan
limbah industri yang tergolong dalam kategori B3 masih memerlukan pemahaman yang antara penghasil limbah, pelaku industri, hingga regulator.

Kendati demikian, penanganan dari segi industri haru berkomitmen melakukan pengolahan secara benar dan tidak merusak lingkungan.

“Dari sisi industri, perusahaan pengolah limbah harus memiliki komitmen yang kuat dalam melakukan pengolahan secara benar dan tidak mencemari lingkungan,” ucapnya.

Pastinya, PPLI mendorong regulator untuk memperketat pengawasan dan enforcement kepada industri pengolah limbah, sebagai upaya agar industri benar-benar mengelola limbahnya secara baik.

Ternyata, perusahaan ini dimiliki
95% sahamnya oleh Dowa Eco System Co Ltd asal negeri sakura Jepang itu memberikan pelayanan satu atap. Mulai dari pengangkutan, pengolahan, hingga penimbunan.

Hal itu menjadi intisari dari diskusi NGOPLING (Ngobrol Peduli Lingkungan) yang digelar Aliansi Jurnalis Peduli Lingkungan Indonesia (AJPLI), seusai peluncuran kantor representatif di Kawasan Industri Wijayakusuma itu.

Dalam diskusi NGOPLING yang dipandu oleh Dendi Ganda dari Trijaya FM Semarang itu menghadirkan narasumber Kepala Seksi Pencemaran dan Pengendalian Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah Marnang Haryoto, Direktur Eksekutif WALHI Jateng Fahmi Bastian, General Manager PPLI Yurnalisdel dan Marketing Division Head KIW Agus Santosa.

NGOPLING merupakan rangkaian kegiatan yang digelar oleh PPLI berkolaborasi bersama sister company PT Dowa Eco-System Indonesia (DESI) sekaligus peresmian kantor perwakilan perusahaan tersebut di Jateng.

Sementara itu, Marketing PT Kawasan Industri Wijayakusuma, Agus Santosa mengatakan, KIW akan terus melakukan
pengawasan pengelolaan dan pengelolaan dan pengolahan limbah pelaku industri di wilayahnya. Hal itu sesuai dengan tugas pemerintah.

Di samping itu, ia memastikan masing-masing pelaku industri menyediakan fasilitas IPAL.

Sedangkan KIW Semarang, saat ini telah memiliki 88 perusahaan dan 25 perusahaan di antaranya telah menghasilkan limbah.

“Limbah tersebut sudah dibawa ke tempat pengolahan,” ucapnya.

Kesempatan sama, Sub Koodinator Seksi Pengendalian Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Jateng, Marnang Haryoto menyebut, potensi limbah B3 di Jateng tercatat cukup banyak yang disumbangkan dari beberapa sektor dalam setahun.

Baca Juga  Natal di Jambi, 85 Narapidana Nasrani Terima Remisi

“Sektor manufaktur mencapai 116.000 ton, agroindustri 55.600 ton, pertambangan energi/migas 959.000 ton, prasarana 29.600 ton, jasa, 354.900 ton dari fasilitas kesehatan 1.000,” jelasnya Marnang.

Bagi dia, pengawasan pengelolaan limbah di kawasan industri lebih mudah dibandingkan dengan industri kecil yang tidak tersentralisasi.

Jika perusahaan yang melanggar aturan, ia menegaskan pihaknya tetap akan memberikan sanksi administratif.

Berdasarkan data Dinas Lingkungan Provinsi Jawa Tengah, dari 7 kawasan industri yang ada di Jateng tercatat, limbah B3 yang dihasilkan sebanyak 616.000 ton per tahun untuk limbah manufaktur, 55.000 ton limbah agroindustri, limbah pertambangan energy 959.000 ton, 354.000 ton limbah jasa, limbah jasa sebanyak 354.000 ton, dan limbah fasyankes sebanyak 1.000 ton.

Berangkat dari permasalahan itu,
GM Wahana lingkunan Hidup (Walhi) Fahmi mengungkapkan, jumlah tersebut sebenarnya akan jauh lebih banyak jika menyangkut Jawa Tengah secara umum. Seperti di Pekalongan ada pimpinan perusahaan tekstil yang di jatuhi sangsi karena terbukti melanggar pengelolaan limbah perusahana tekstilnya.

“Sebenarnya ada banyak yang kita pantau, seperti tambang, dan industry tekstil. Dari pantauannya, dalam kontek industry ini pengelolaan limbah B3 mereka buang saja di sungai atau yang padat di kubur. Ini persoalannya. Apalagi jateng akan menjadi provinsi yang banyak industry masuk,” ujarnya.

Karena itu, kata Fahmi, solusi dari itu yakni harus ada kebijakan mengenai pengetatan soal limbah. Sebabnya,
banyak industri yang ada di Jateng.

Ironisnya, di Kota Semarang sudah banyak laporan yang masuk ke Walhi terkait dengan dugaan pencemaran limbah di sungai dan bibir pantai.

“Kalau lihat di Jateng pasti banyak lagi dugaan pencemaran lingkungan dari limbah. Apalagi kalau di Kota Semarang ada banyak kawasan industri, wilayah lautnya sangat parah. Banyak laporan soal pohon mangrove mati kuat dugaan itu karena limbah,” jelasnya.(RedG /DTB)

Komentar

Tinggalkan Komentar