oleh

Untaian Angan di Tengah Peliknya Zaman

Penulis : Alin Arbi Kholifatus  (SMAN 3 Pemalang)

Pemalang – Memasuki era modern yang penuh dengan kemajuan teknologi dan globalisasi, banyak
tradisi dan nilai-nilai budaya yang perlahan-lahan memudar. Anak cucu Nusantara yang tak lagi
mengenal budaya, menjadi hal yang menyedihkan karena kehilangan hubungan dengan akar
budayanya. Kini generasi muda lebih menyukai hal modern karena dianggap jauh lebih keren
dari pada budaya tradisional yang dianggap kuno. Salah satu yang terkikis akibat globalisasi
adalah permainan tradisional wayang daun. Di tengah arus globalisasi, ada sosok yang mampu
menyelamatkan dan menghidupkan kembali warisan budaya.

Suasana sore dijalan berkerikil itu menjadi awal mula perjalanannya. Ia menemukan sisi
lain pada suasana pedesaan tempatnya tumbuh dewasa. Tak ia temukan lagi celotehan riang
anak-anak, hanya gemerisik daun yang menemani kesunyian desa itu.
Pria kelahiran tahun 1964 asal Jawa Timur itu dikenal dengan nama Zakaria Sorga. Ia sosok yang
unik, disaat para seniman memiliki bakat sejak kecil, Zak Sorga mengaku bahwa ia tidak
memiliki keterampilan lebih di bidang seni. Namun ia mengandalkan intuisi dan berjuang
dengan sunggung-sungguh dari apa yang ia kerjakan. Dengan perjuangannya Zak Sorga
mempunyai keahlian dalam mengajar seni, sutradara teater, hingga dalang wayang yang sampai
kini masih menjaga keagungannya.

Bagai oase di tengah padang pasir, Zak Sorga menjadi setitik air di tengah hamparan
gurun. Seperti itulah peran Zak Sorga di dunia kesenian. Bermula sebagai seorang seniman kecil,
semangat untuk berkarya terus terpancar dari wajah Zak Sorga. Zak Sorga saat itu menempuh
pendidikan umum mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah di daerah yang disebut
dengan Kota Wali, yaitu Kota Tuban. Ia melanjutkan pendidikannya di Institusi Seni Jakarta (IKJ)
dengan mengambil Jurusan Teater. Berbekal keteladanannya dalam mengikuti penampilan
teater yang diadakan kampusnya membuat Zak Sorga memiliki wawasan terbuka.

Setelah lama berkecimpung di dunia teater ia mendirikan grup teater dengan nama Teater
Kanvas pada tahun 1987 yang hingga saat ini masih aktif berkesenian. Dalam proses
keseniannya dengan Teater Kanvas, ia kerap menerapkan pola pendekatan dengan penonton.
Dengan pembawaan nya yang ceria dan mudah dipahami penyampaian nya membuat
penonton dengan mudah masuk kedalam ceritanya. Bahkan, ketika ia sedang mementaskan
suatu cerita, ratusan penonton tetap duduk tenang di ruang terbuka, menemani guyuran hujan.
Dalam lingkaran seni ini, Zak Sorga telah menyutradarai lebih dari 30 buah drama yang
dipentaskan di gedung kesenian, taman budaya atau kampus-kampus. Tak kurang dari 18
naskah ditulisnya sendiri. Ia juga aktif sebagai sutradara film televisi dan terlibat di beberapa
film layar lebar.

Baca Juga  Rakerwil LP Ma'arif PWNU Jateng Pertegas Mutu Pendidikan

Kekosongan melanda beberapa tahun lamanya. Rehat dari padat nya aktivitas,
membuat Zak Sorga banyak merenungkan cara supaya dapat memperbarui karya nya. Karena
larut dalam dunia keseharian, menyadarkan ia betapa mirisnya ruang lingkup disekitar. Ia
menyadari tempat tinggalnya tak ada lagi ruang untuk bermain yang maksimal. Bocah-bocah
hanya tertuju pada dunia digital. Benang merah diantara manusia tak lagi terlihat. Hal tersebut
sangat berbeda dengan kondisi ia semasa kecil yang penuh permainan tradisional seperti gobak
sodor, egrang, lompat karet, mandi di kali, atau menangkap belut di sawah. Pertunjukan
wayang yang biasa ia saksikan bersama orangtua dan teman-teman di malam hari puluhan
tahun lalu, menggugah imajinasi bang Jack kecil. Karena cerita-cerita yang disampaikan oleh
para dalang mampu menginspirasi bang Jack Kecil. Bahkan seolah tidak peduli dengan durasi
pertunjukannya yang bisa memakan waktu semalam suntuk, bang Jack Kecil tetap setia duduk
menikmati pertunjukan.

Ia teringat dengan mimpi mimpi kecilnya. Berandai jika suatu ketika, ia bisa
mendapatkan inovasi dalam menyajikan karyanya, mungkin sasaran yang ia tuju bukan lagi
kalangan tua, namun juga mencakup kalangan muda. Namun ia tersadar bukanlah hal yang
mudah mengingat zaman semakin canggih digital. Mana mungkin ada kalangan muda yang
masih berminat dengan seni tradisional. Namun, adanya pengalaman kuliah di Institute
Kesenian Jakarta, membuatnya memiliki bekal untuk berkreasi dalam pertunjukannya yang
melibatkan tidak hanya orang dewasa. Terlebih lagi, sumber daya yang mimpah di desa nya
memberikan peluang dalam berkreativitas. Banyaknya daun palem kering yang berserakan di
tengah lapangan desa membuat ia tertarik untuk mengubah sesuatu dengannya
Bersamaan dengan kejenuhan, muncul ide untuk menganyamnya menjadi bentuk
wayang. Terlepas pada pakem karakter wayang pada umumnya, ia mengeksplorasi perangai
baru yaitu dengan membuat karakter yang memiliki sifat ringan supaya mudah diingat oleh
kapasitas otak anak-anak.

Ide Zak Sorga dalam mendaur ulang daun kering menjadi kreasi wayang patut diberikan
apresiasi. Ia mampu menginovasi bahwa benda tak berharga bisa menjadi karya yang istimewa.
Wayang daun yang ia buat awet berbulan-bulan. Jika wayang yang ia buat mengalami
kerusakan, tentu ia akan dengan mudah membuatnya kembali tanpa pikir panjang. Lagipula,
disaat wayang itu membusuk termakan waktu masih banyak stok bahan yang bisa ia gunakan.
Di tangan pendiri sanggar ini, wayang menjadi sarana bercerita dengan muatan kisahkisah nabi dan para sahabat, mengajak anak-anak berselancar ke masa lampau. Tokoh-tokoh
wayang yang ia buat memiliki ukuran fisik yang cukup berbeda. Apabila membuat tokoh jahat,
ia membuatnya lebih tinggi dan lebih besar dari pada tokoh lainnya. Salah satu contohnya
ketika ia menghendaki tokoh jahat Abu Jahal misalnya. Zak Sorga tahu dan menandai setiap
karakter wayang dengan nama yang berbeda-beda, Ia meletakkan di dalam kotak besar dan
membawa yang dibutuhkan menjelang tiap pertunjukan. Zak Sorga tidak memiliki keterampilan
teknis yang khusus dalam proses pembuatan wayangnya, ia hanya mengandalkan intuisi dan
belajar dari apa yang ia kerjakan.

Baca Juga  Aplikasi SIP Bos Pemko Batam Masuk Finalis Smart City Asia Pasific Award

Suatu kebetulan suasana itu bertepatan dengan bulan puasa, dalam menyemarakkan
bulan Ramadhan Zak Sorga telah mengadakan acara berkisah tentang Kehidupan para Nabi dan
Sahabat Rasul selama satu bulan berturut-turut, bersama menyambut senja, sambil berbuka
bersama dirumahnya. Kata-kata indah mengalun diteras rumah. Sementara lebih dari 50 pasang
mata memperhatikan dengan seksama. Menyimak alunan kisah yang terus mengalir dari mulut
bang Jack. Seolah terhipnotis dengan tutur katanya, duduk diam 2 jam lamanya tak terasa bagi
anak-anak disana.

Terlarut dalam nyamannya mendalang wayang daun, membuat Zak Sorga semangat
untuk kembali mengenalkan wayang daun ke dunia luar. Untaian demi untaian selalu ia
kerjakan dengan senang hati. Harapannya, anyaman daun palem ini yang menjadi bakal buah
untuk kesadaran masyarakat dalam melestarikan kesenian tradisional. Bangkitnya kesenian
tradisional ini kembali memberi cahaya bagi kaum muda. Anak-anak yang semula bisu bersama
dunianya, kini mulai melek. Jalinan benang merah kembali hidup ditempat tinggal Zak Sorga.
Zal Sorga membentuk Sanggar Kreatifitas yang bernama “Sangggar Wayang Daun Zak Sorga”,
sebuah pagelaran wayang yang terbuat dari daun untuk mengkisahkan perjalanan hidup Nabinabi, Sahabat Rasul, para ulama dan pahlawan. Kini, bukan lagi setiap Ramadhan pagelaran
wayang ini dilaksanakan, namun rutin setiap Sabtu sore Zak Sorga selalu mengadakan pagelaran
Wayang Daun untuk anak-anak dan orang-orang di sekitarnya di halaman rumahnya yang
sederhana di Gg.Jerah, desaTanah Baru, kecamatan Beji – Depok, Jawa Barat.

Untaian daun yang semula tak berharga kini menjadi hal yang istimewa. Sesuatu barang
dapat diciptakan juga karena buah kreativitas dari sang individu. Bahkan hingga daun tersebut
tiba di tangan Zak Sorga, keindahan nya dapat terjaga. Tanpa pamrih dan imbalan, ia terus
semangat membangkitkan jiwa kesenian di daerahnya. Pelik nya zaman, tak menghalangi jalan
Zak Sorga. Harapan yang pernah ia impikan kini berwujud kenyataan. Kini ia mampu merangkai
kembali angan-angan walaupun diterpa pelik nya zaman. (RedG/*)

Komentar

Tinggalkan Komentar