Pemalang – Diakui maupun tidak, para ulama yang bergabung dalam Halaqoh Ulama NU Kabupaten Pemalang pada waktu Pilkada Kabupaten Pemalang 2020 mempunyai andil besar dalam pemenangan pasangan Mukti Agung Wibowo dan Mansur Hidayat dalam kontestasi tersebut. Kini pasangan bupati dan wakil bupati Pemalang telah menjabat 1 Tahun 1 bulan dari 3 tahun bulan 8 yang mereka miliki untuk memimpin Kabupaten Pemalang.
Halaqoh Ulama NU Kabupaten Pemalang secara resmi mencabut dukungannya kepada pasangan bupati dan wakil bupati Pemalang periode 2021-2024 yang dinyatakan dalam pernyataan sikap, ditandatangani oleh koordinator Halaqoh Ulama NU Kabupaten Pemalang Kyai Nasukha Soleh pada 14 Maret 2022 lalu.
Baca juga :
Adanya pencabutan dukungan kepada bupati Pemalang oleh Halaqoh Ulama NU Kabupaten Pemalang, menurut Sekretaris Halaqoh Ulama NU Kabupaten Pemalang Komaruzaman merupakan suatu bentuk protes dan peringatan kepada bupati Pemalang untuk membuat kebijakan yang berpihak kepada masyarakat dan benar-benar mencapai visi yang dicita-citakan.
“Bupati Agung tidak memiliki iktikad baik dan nyata terhadap perkembangan Islam di Pemalang. Hal itu merujuk pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten pemalang yang tidak ada klausul tentang pelaksanaan dari visi Agamis dan ngangeni.” jelas Komaruzaman, Minggu (27/3).
Komar menyampaikan dalam RPJMD Kabupaten Pemalang 2021 – 2026 merupakan penjabaran visi Pemalang Adil, Makmur, Agamis dan Ngangeni pada Bab IV mengenai isu-isu strategis tidak ada bahasan mengenai isu Agamis dan Ngangeni.
“Ini sebuah ironi dan memalukan. Apalagi Mas Agung diusung oleh partai berbasis agamis,†keluhnya.
Menurutnya dalam mencapai visi Agamis tentunya tidak hanya memasang plakat atau plang asmaul husna di beberapa jalan protokol di Kabupaten Pemalang.
Masih banyak permasalah Agamis yang harus dikembangkan termasuk pendidikan madrasah sebagaimana pernah dijanjikan dalam debat publik semasa kampanye lalu.
Untuk itu menurut mantan anggota DPRD Pemalang dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini, pencabutan dukungan para kiai NU menjadi keharusan. Karena jika tidak, maka sama dengan mendukung dan membiarkan kesalahan Bupati.
“Masa sih ada kesalahan fatal tetap didukung ? Apalagi kesalahan ini terkait dengan tidak adanya kebijakan nyata dalam perkembangan Islam di Pemalang,†tandasnya. (RedG)
- Penulis : Sarwo Edy