Sebaiknya Pilpres 2024 Diikuti 2 Koalisi Parpol Besar

Penulis  : Heru Subagia (Ketua Relawan Ganjar Pranowo 2024) 

Cirebon – Sudah tercatat 42 Parpol peserta pemilu yang terdaftar di Sistem Informasinya Partai Politik (Sipil) KPU. Puluhan Parpol terdaftar tersebut terdiri dari Partai Lama, Partai Baru dan Partai Lokal.

Banyaknya kontestan Pemilu 2024 tidak serta merta memberikan angin segar bagi terwujudnya masyarakat sipil madani.

Demokrasi yang inklusif adalah harapan dan cita- cita bersama untuk bisa diwujudkan melalui mekanisme demokrasi yang berkualitas dan bertanggung jawab.

Ide Hasto Kristianto selaku sekjen PDIP yang menggagas Koalisi Tunggal dalam kontestasi politik 2024 patut diacungi jempol (20/8).

Peserta kontestan pemilu dipersempit dan Pemilu 2024 akan menjadi ladang pesta rakyat bukan ladang permusuhan dan sengketa berkepanjangan anak bangsa.

Identitas kebangsaan harus menjadi isu nasional dan menghilangkan isu primordial yang sudah terbukti mendistorsikan kualitas dan kuantitas demokrasi dalam ruang lingkup pelaksanaan kehidupan bernegara dan bernegara.

Saat ini dibutuhkan kajian dan pertimbangan jika pemilu yang akan dilangsungkan harus menghasilkan dan memproduksi output individu atau kelompok yang produktif ,efesien dan kredibel.

Menjadi bahan pertimbangan kepentingan nasional jika pesta demokrasi 5 tahunan ini harus diwujudkan dalam pesta yang meriah ,murah dan kredibel.

Rakyat akan merasakan kegembiraan dan luapan emosi bahagia dengan memilih calon capres yang sudah terseleksi ketat dan siap untuk dipertandingkan .

Kontestan pilpres tidak hanya diukur oleh satu atau dua parameter tetapi sudah melalui kontemplasi yang panjang sehingga kandidat tersebut sudah totalitas dipilih. Rakyat pada akhirnya memilih yang terbaik dari yang baik.

Jika banyak hambatan dan sumbatan demokrasi sampai saat ini, bagaimana bisa proses pilpres dan pileg 2024 yang berkualitas bisa dijalankan dengan baik dan benar, apa syaratnya ?

Sumber malapetaka demokrasi adalah fanatisme sempit atau ego sektoral baik dilakukan atas nama pribadi atau kelompok/partai.

Politik pecah belah sudah membumi dan difatwakan untuk meraih tujuan sesaat dan bagian dari pragmatisme berpolitik yang sudah turun temurun berkembang.

Tujuan proses berdemokrasi justru lebih kuat daripada upaya menyetujui tujuan berdemokrasi yang sebenarnya. Artinya secara umum, masyarakat belum siap menerima persepsi atau pemahaman berdemokrasi yang berkualitas dan efesien .

Euforia demokrasi di Indonesia masih berada dalam portofolio kosong. Rendahnya bobot kualitas pemahaman dan juga aksi berbuat dan bertata cara berdemokrasi yang rendah.

Koridor demokrasi sulit dijatuhi dan dijalankan. Para stage holder tidak otomatis menjalankannya baik oleh masyarakat dan elite partai yang seharusnya sudah terdidik dan pengalaman berpolitik .

Output politik dari hasil pilpres dan pileg yang sudah dilakukan 5 kali paska reformasi. Secara umum memberikan gambaran bahwa demokrasi di Indonesia lebih mengedepankan eforia atau angan- angan dari sekedar mengimplementasikan subtansi demokrasi dalam berbagai kegiatan dan kehidupan berpolitik.

Penulis melihat ada sumber -sumber kelalaian dan kelemahan dalam proses demokrasi yang sudah dijalankan di Indonesia paska reformasi .

1. Banyaknya Partai Yang Tumbuh dan Terbunuh.

Pertentangan dalam tubuh partai sering memicu lahirnya partai baru. Di Indonesia setiap pemilu diadakan,akan banyak terkahir partai baru yang akan berlaga di pileg.

Artinya pertumbuhan partai baru ini bagian lahirnya kematangan dalam berdemokrasi ,tetapi justru terlihat kualitas demokrasi itu buruk.

Ketua Partai baru bukankah sosok Tokoh baru yang produktif dan segar, terapi mereka adakah muka muka lama yang tersingkir dari partai partai induk.

Persepsi ketua umum parpol masih menjadi barang dagangan menjual egoisme elite partai dan bukan kebutuhan mengajurkan dan memperjuangkan aspirasi kelompok dan aspirasi politiknya.

Dalam sistem multi partai yang terjadi, partai dan ketua umum bukan menjadi perwakilan golongan atau kelompok secara utuh tetapi sekedar perwakilan pribadi sebagai aksi resistensi politik pribadi.

Pada akhirnya banyaknya partai baru tidak serta menjaring dan melahirkan kader dan pemimpin politik yang berkualitas.

2. Isu Sektarian

Berkualitasnya demokrasi bisa terlihat dari bagaimana parpol dan masyarakat mempunyai jelajah pemahaman dan cara bertindak serta berperilaku mendukung terciptanya demokrasi yang modern dan berbobot.

Banyak kebocoran bertindak dan berpersepsi sempit bagaimana membangun demokrasi yang bisa bermanfaat maksimal untuk individu atau kelompok.

Kendala terbesar adalah bagaimana isu demokrasi itu bisa diterima secara seksama okeh semua atau sebagian besar masyarakat dan parpol.

Individu dan parpol ikut berkomitmen kuat membangun isu dan tata laksana demokrasi yang bermanfaat. Dan bisa melengkapi dan meningkatkan kualitas kehidupan politik.

Meninggal isu- isu primordial dan membangun paradigma konstruktif sebagai jembatan melahirkan gagasan ide yang besar demi keberhasilan individu dan partai.

Tidak lagi adanya perdagangan isu- isu primordial dan hanya menjalankan intoleransi dan konflik antar kelompok.

3.Oligarki Politik

Kekacauan demokrasi semakin menjadi – jadi ketika keterlibatan kelompok pemodal masuk dalam ruangan bargaining politik dengan akses ekonomi.

Tentunya terjadinya simbolisme ini justru membunuh demokrasi sampai akar – akarnya.

Interaksi elite politik dan berada dalam hubungan sangat mesra dan saling membutuhkan. Partai membutuhkan donasi finansial dan jejaring politik. Pihak pemodal akan meminta proyek dan segala bentuk kebijakan yang akan menjadi benefit buat korporasinya.

Pada akhirnya partai dan pemilu hanya sebagai lembaga stempel kepentingan elite partai dan pemilik modal.

Kelahiran proses demokrasi yang ideal sangat jauh dari harapan. Suara rakyat dibeli melalui legitimasi parpol,sementara elite parpol sangat menikmati jabatan publik sebagai kepala daerah menteri atau presiden.

Jadi, secara garis besar untuk mewujudkan terwujudnya terlaksananya demokrasi yang ideal ,kuncinya ada di individu sebagai peserta dan penanggung jawab keberhasilan berjalannya demokrasi itu sendiri.

Dibutuhkan revitalisasi diri terutama bagaimana mana masyarakat mendapatkan pendidikan dan pencerahan politik. Dibutuhkan agen independen yang bisa mentransformasikan kehidupan politik yang demokratis.

Disinilah letak fungsi dan tugas Relawan – relawan atau LSM Penggiat Demokrasi untuk membantu,mendampingi dan memberikan pencerahan politik bagi masyarakat. Keterlibatan semua komponen pro demokrasi akan mempercepat tercapainya masyarakat sipil yang mumpuni dalam ruangan dan arus dinamika politik nasional dan global.(RedG)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *