Salamun Nelayan Kerang Hijau Ubah Sampah Menjadi Kerajinan Tangan

Semarang– Persoalan sampah sejak dahulu menjadi permasalahan yang krusial yang sulit dipecahkan. Banyak instansi atau komunitas melakukan penyuluhan dan sosialisasi tentang pemanfaatan sampah agar tidak mencemari lingkungan.

Namun demikian, kesadaran masyarakat terkait sampah masih yang tidak memperdulikan bahkan tak acuh hingga menjadi penyebab utama kebersihan alam.

Salah satu warga Tambakrejo RT 3 RW 16, Tanjungmas, Semarang Utara itu melakukan solusi pengurangan sampah dengan cara membuat daur ulang dari sampah anorganik seperti plastik, botol, dan lain sebagainya.

Hal itu dilakukan oleh Salamun (45), yang berkerja sebagai nelayan kerang hijau. Salamun tidak hanya mencari kerang hijau saja, namun dirinya memiliki gebrakan dalam solusi pengurangan sampah dari laut hingga mampu daur ulang menjadi kerajinan tangan.

Salamun mengaku sudah sejak lima tahun dirinya mencari sampah di laut sembari mencari kerang hijau.

“Saya mikir ini gimana caranya bisa menghabiskan walaupun sendiri, ya memang enggak bisa habis (sampahnya). Setidaknya bisa mengurangi. Jadi intinya, bapak makan carinya di laut kalau ada sampah lima tahun kedepan jadi apa Semarang Utara?, ” kata Salamun kepada Gnews. Id, Jumat (28/5).

Dia mengatakan, kegiatan mengurangi sampah di laut agar mengurangi limbah dan apalagi di Semarang Utara banyak sampah saat turun hujan banyaknya sampah yang lari ke laut.

“Tujuannya untuk mengurangi limbah karena Semarang Utara banyak sampah. Dan apalagi kalau hujan kemungkinan daerah Semarang sana ada sungai sehingga sampah lari ke laut semua. Sampah yang lari ke laut terdiri dari kaleng, botol, kayu, bambu, dan sampah lainnya, ” ujarnya.

Beberapa karya kerajinan Salamun yang berasal dari limbah dan sampah

Dalam hal itu, Salamun memanfaatkan sampah dari laut yang dijadikan kerajinan tangan berupa merak dari kaleng bekas dan kapal terbuat dari bambu yang terapung di laut.

“Kapal terbuat dari bambu yang ditemukan di laut. Sedangkan kerajinan merak yang terbuat dari kaleng bekas dari laut juga. Tetapi kalau dari laut harus dicuci sampai bersih karena sudah terkena air asin bakal berkarat, ” katanya.

Dia mengungkapkan, sampah kaleng dari laut pasti berkarat karena posisi kaleng masih keadaan tertutup sehingga kaleng mengapung di laut.

” Di mata dilihat dari laut Semarang Utara enggak enak banget, ada kaleng mengapung. Jadi bapak ambil bawa pulang setelah pulang dari cari kerang hijau, bapak kebetulan nelayan kerang hijau, “jelasnya.

Selama lima tahun mencari sampah dan mendaur ulang sampah tersebut, kata Dia, Kelurahan Tanjungmas memiliki program bank sampah yang didukung masyarakat sekitar Tambakrejo.

” Selama 5 tahun bapak mengambil sampah di laut sehingga sampah dapat berkurang. Kebetulan disini ada program bank sampah dan didukung oleh masyarakat disini. Jadi sebenarnya, bapak sudah mengajak masyarakat sini untuk mengurangi limbah atau mendaur ulang sampah, “terangnya.

“Sudah diterapkan ke masyarakat sekitar untuk mengambil sampah dari laut, bisa dilihat sekarang lautnya bersih dari sampah walaupun keruh. Tapi di pesisir sana masih banyak, ” imbuhnya.

Dia mengaku tidak belajar mengenai kerajinan tangan akan tetapi ada keinginan membuat sesuatu yang berbeda dari sampah-sampah laut.

“Jadi enggak tahu ini termasuk saya otodidak atau enggak belajar, jadi semua kerajinan dibuat dadakan. Hanya saja memiliki ide bagaimana caranya membuat sesuatu yang berbeda dari sampah-sampah di laut ini. Prosesnya membutuhkan waktu yang lama dari yang belum terjual hingga sampai terjual kerajinan tersebut, “paparnya.

Dirinya juga salah satu menjadi inisiator bank sampah bersama istrinya. Dan istri Salamun kebetulan mengikuti program PKK yang berhubungan dengan bank sampah.

Selain itu, Salamun juga memberikan kesempatan untuk masyarakat dan mahasiswa melakukan pelatihan bersamanya.

“Harga kerajinan dimulai 150 ribu yang kecil seperti murai. Sedangkan, 1,5 juta
seperti kerajinan merak. Bahan baku dari laut yang dikumpulkan, ” jelasnya.

Menurutnya, pembuatan merak yang kecil dalam sehari mampu menghasilkan mencapai tiga merak. Sedangkan, ukuran 90×90 itu membutuhkan waktu seminggu dan ukuran sekitar 120 sentimeter hanya membutuh 10 hari.

“Saya memanfaatkan waktu luang. Merak atau unggas yg paling banyak di beli tetapi yang lain juga laku. Peminatnya dalam kota barangkali nanti bisa sampai luar kota, “katanya.

Dia menceritakan kegiatan yang dilakukan dirinya didukung juga oleh kelurahan dan kecamatan. Selain itu, kendala dalam pelatihan yang diadakan kelurahan maupun kecamatan tersebut
peserta masih ada yang belum bisa.

Dia menyebutkan, pelatihan biasanya diikuti minimal 30 orang dan semua peserta yang mengikuti hanya 1 orang saja yang mampu membuat kerajinan tangan.

“Yang penting telaten, motongnya kecil-kecil kemudian perakitannya juga lama. Untuk membuat seperti ini (merak), yaitu membutuhkan 36 kaleng dan jadi harus sabar, ” ujarnya.

Dirinya tidak hanya mengambil sampah dari laut saja melainkan membeli kaleng bekas dari pengempul sampah.

“Saya juga membeli dari pengempul sekitar 1 Tosa berjumlah kaleng bekas sampai 50 Kg. Sedangkan, 36 kaleng mampu membuat merak besar yang seharga 1,2 juta, “akunya.

Disaat kaleng berubah menjadi kerajinan tangan, dirinya berusaha menawarkan karyanya melalui orang ke orang dan sebagian melalui media sosial.

“Dijual lewat sosmed seperti Instagram. tapi kebanyakan mulut ke mulut atau getok tular. Itu malah ramai, ” ungkapnya.

Bapak anak ketiga itu mengatakan, mahasiswa yang sedang melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) sering memanggil untuk mengisi pelatihan kerajinan tangan. Selain itu, mahasiswa KKN juga membantu pemasaran hasil karya Salamun.

“Disini mahasiswa juga pernah datang kesini semacam KKN. Lakunya ya dari mereka juga (mahasiswa). Bapak yang penting buat, mereka juga membantu cara penjualannya. Soal penjualan nanti anak-anak enggak tau dijual bagaimana, ” pungkasnya. (RedG/Dicky Tifani Badi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *