oleh

Ritual Kumkum Sendang Mintoloyo, Perform Seniman Semarang

Semarang – Tanggal 1 Muharram atau 1 Sura sebagai Tahun Baru Islam atau Tahun Baru Jawa menjadi salah satu hari penting dan sakral. Masyarakat Jawa menggelar berbagai perayaan untuk memperingati pergantian Tahun Baru Islam seperti tirakatan maupun kungkum disumber mata air yang dianggap memiliki sejarah. Hal ini seperti dilakukan oleh sekelompok seniman di Kota Semarang dari berbagai komunitas.

Para seniman menggelar kegiatan malam 1 Suro di Sendang Mintoloyo yang terletak  di kawasan Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Semarang, Jumat (21/8/20).

Mereka menggelar berbagai kegiatan seperti Tari, Musikalisasi Puisi, Geguritan, Performance Art dari BDBH Aka Tri Wahyulianto dan Galerry Namex, Monolog, Bapak Pocung Milenial oleh Ryan Destian, Lanang Wadon Bercerita, Tari Sufi Nusantara sekaligus Siraman Rohani oleh KH Budi Harjono. Tidak hanya itu saja, Ritual Kungkum Sendang Mintoloyo menutup kegiatan dalam peringatan malam 1 Sura.

Ketua Panitia Sura Wiwitan, Wisnu mengatakan kegiatan Wiwitan Sura ini sudah terlaksana yang ke -6 ini membutuhkan waktu 2 minggu hingga mampu menggelar kegiatan yang cukup megah dan sukses.

“Biasanya di gelar tepat pada malam 1 Sura. Malam hari ini tidak diadakan tepat pada malam 1 Sura dikarenakan bisa dibilang teman-teman yang mengapresiasi ini itu utamanya jauh- jauh semua seperti Olos, Titis, dan Ina. Mereka semua dapat dikumpulkan bisanya hari Jumat, untuk dapat mempersiapkan waktu itu saya sampai 2 minggu mencapai acara semegah ini. Prinsip saya itu Sak Ndang Sak Nyet artinya sekali bergerak, berjalan, dan berlari maka dapat terlampaui semua,” ungkap Wisnu, saat ditemui di Sura Wiwitan Sendang Mintoloyo, Jumat (21/8/20) malam.

Dijeslaskan Wisnu, kegiatan ini diadakan oleh orang-orang yang sering datang di Sendang Mintoloyo seperti Teater Gema Upgris, Teater Emperan Kampus FEB Undip, dan Kamunitas Seni Polines.

” Inti temanya “Ngrumat Sendang Ngawe Kadang” artinya kita rumat (red-merawat) Sendang itu kita tidak sendirian, kita tidak berlima atau kita tidak bersepuluh. Kita beratus-beratus bahkan beribu-beribu orang. Makanya kami mengundang teman-teman sekitarnya untuk mengajak merawatnya, ” jelas Wisnu.

Baca Juga  Museum SBY-ANI, Bisa Tumbuhkan Perekonomian Pacitan

Animo warga sekitar sangat tinggi, kata Wisnu, dibuktikan dengan penampilan bapak Pucung Gaul yang sudah bisa menarik perhatian warga sekitar. Sebelumnya juga anak-anak pernah diajak bermain di Sendang Mintoloyo saat peringatan Hari Anak Nasional (HAN).

“Antusiasis warga lumayan. Terbukti waktu diajak oleh Rian bapak Pucung Gaul. Sebelumnya kegiatan Sura Wiwitan, anak-anak main-main disini waktu Hari Anak Nasional (HAN). Babahe, silahkan meh neng Sendang meh opo sakarepmu (red- silahkan mau main di Sendang terserah kamu), njupuk iwak sembarang, lan kepiting digodog pangan (red- mengambil ikan dan kepiting terserah di rebus serta dimakan). Dalam hati Babahe ini kado terindah buat kamu, anak-anak waktu itu ditanya hari HAN tidak tahu, waktu itu. Anak-anak sudah mulai melekat di Sendang. Ya walaupun, warga sekitar TBRS,” katanya.

Tidak hanya itu saja, warga Tambakrejo juga ikut dalam kegiatan Sura Wiwitan ke-6 serta mengisi hiburan Tarian Tradisional perwakilan dari anak-anak Tambakrejo.

“Secara undangan tidak ada, sudah ada kekeluargaan sendiri dengan Guyub TBRS. Termasuk saya mengikuti Guyub TBRS untuk bersama-sama memberikan solusi dengan cara azaz dasar kemanusiaan. Kita sering kesana bahkan membantu acara dan sampai Desember penyerahan rumah. Saking dekatnya, kita diberikan informasi dengan warga. Aku sekarang juga sedang difokuskan warga Tambakrejo khusus remaja agar bisa berorganisasi mengatur karangtaruna seperti itulah,” ujarnya.

“Semoga dapat seperti tema tadi Ngawe Kadang artinya masyarakat lebih peduli dengan Sendang tidak hanya oknum-oknum saja yang kesini,” harapan Wisnu.

Sementara itu, Seniman senior Widyo Babahe Leksono menceritakan tentang asal muasal Sendang Mintoloyo serta fungsi dari Sendang Mintoloyo.

“Sendang Mintoloyo itu saya belum tahu, dari mana  kita memberikan nama Sendang Mintoloyo. Warga atau dari masyarakat sekitar kiri kanan Sendang ini. Yang saat ini kita sebut Sendang Mintoloyo. Sebelah sana itu Sendang lanang dibawah pohon beringin untuk keperluan mandi laki-laki dan sebelah pohon beringin yang tadi buat perfome tadi Sendang Perempuan untuk berfungsi mencuci pakaian. Malam ini yang membuat rezeki itu di Sendang Perempuan, “kata Babahe.

Baca Juga  Menjelang Paskah, Gereja-Gereja di Semarang Tingkatkan Kemanaan

Lebih lanjut Babahe, sebelum ada Sendang itu berfungsi untuk pengaliran air warga sekitar Kota Semarang yang sudah dibuatkan tempat diesel yang sudah ada bangunan lantai dua tetapi sekarang tidak berfungsi kembali.

“Rumah diesel ini sudah mangkrak. Rumah diesel ini diresmikan pada tahun 1981 semasa Walikota Pak Iman Suprapto saya lupa namanya. Sendang lanang itu di dak lalu airnya disedot dan ada pipa dua disini naik keatas dan diatas ada penampungan. Lalu, dialirkan ke PRPP, maksudnya bukan PRPP Tanjung Mas. Melainkan disini, sebelumnya TBRS itu namanya Taman Hiburan Rakyat menyatu dengan kebun binatang. Itu juga dipakai untuk PRPP Jawa Tengah. Airnya untuk dipakai untuk kebutuhan tersebut. setelah selesai dan seterusnya tahun berapa saya lupa. Sendang ini atau diesel ini tidak dipakai pemerintah atau terbengkalai bahkan rusak,” beber Babahe.

Melihat fungsi rumah diesel tidak dipakai, kata Babahe, kawan-kawan seniman memberikan solusi untuk Revitalisasi Sendang Mintoloyo selayaknya fungsi Sendang yang semula dapat dimanfaatkan masyarakat.

“Lima tahun yang lalu teman-teman mempunyai ide Revitalisasi Sendang Mintoloyo. Kita kembalikan fungsinya seperti semula dimanfaatkan oleh warga masyarakat. Harapan kita Sendang lanang itu dibuka kembali Sendang semula pada semasa zaman dahulu. Ini sudah masyarakat sudah memulai melirik sini. Bahkan, awal -awal membuat kegiatan pertama terkesan mistis bahkan diantara kita banyak yang kesurupan, mbuh (red-tidak tahu) kesurupan asli atau etok-etok (red-pura-pura) kesurupan saya tidak tahu. Dulu, masyarakat kalo lewat Sendang Mintoloyo itu jarang tidak berani menengok. Kita berikan solusi caranya gimana iya agar masyarakat lewat menengok dan tidak takut. Sekarang, terjadilah masyarakat atau warga selalu menengok. Itulah tingkat keberhasilan kita, itu salah satu perjalanan yang kita lakukan, “ujar Babahe. (RedG/Dicky Tifani Badi)

Komentar

Tinggalkan Komentar