Kulonprogo – â€ÂPenguatan Kawasan Tapak di Lanskap Menoreh Dalam Pelestarian Lingkungan Hidup“ merupakan workshop yang dilaksanakan oleh Kelompok Tani Hutan (KTH) Wanapaksi, Kalurahan Jatimulyo, Kepanewon Girimulyo, Kabupaten Kulonprogo dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Kegiatan yang dilaksanakan pada hari Selasa (28 Juni 2022) di Kantor Kalurahan Jatimulyo, Kepanewon Girimulyo, Kabupaten Kulonprogo merupakan kolaborasi antara KTH Wanapaksi bersama Yayasan Kanopi Indonesia dan didukung oleh Burung Indonesia.
Workshop dihadiri 70 peserta yang berasal dari perwakilan Kalurahan Jatimulyo, Kalurahan Purwosari, Desa Tlogoguwo, Desa Donorejo serta para penggiat lingkungan merupakan semangat pelibatan multipihak demi Lanskap Menoreh yang Lestari.
Kegiatan ini diselenggarakan untuk membangun kolaborasi pengelolaan kawasan lanskap Menoreh dengan stakeholder terkait. Kawasan Menoreh telah ditetapkan sebagai bagian dari Cagar Biosfer Merapi Merbabu Menoreh oleh UNESCO pada tahun 2020. Kawasan Menoreh memiliki fungsi penting sebagai zona penyangga kawasan konservasi di sekitarnya.
Desa Jatimulyo sebagai desa Ramah Burung telah berhasil memanfaatkan potensi alam desa mereka secara bijak untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakatnya.
Menurut Mardiyanta selaku Sekretaris Desa Jatimulyo “Perdes pelestarian lingkungan sejak 2014 dan itu menjadi isu strategis dalam pengembangan berbagai aspek, seperti wisata, pembangunan, dan ekonomi masyarakatâ€Â.
Desa Jatimulyo telah memberikan contoh nyata dengan menjaga kelestarian alam mereka mampu mendapatkan keuntungan jangka panjang dan dapat dirasakan secara langsung. Oleh karena itu, acara ini dirancang untuk menghadirkan para stakeholder untuk memperkuat penegakkan Perdes Pelestarian Alam yang dimiliki Kalurahan Jatimulyo maupun pengelolaan lingkungan hidup di desa sekitarnya.
Lima narasumber dihadirkan untuk menggugah wawasan perwakilan masyarakat, stakeholder Kapanewon Girimulyo maupun Kecamatan Kaligesing. Workshop diawali dengan sharing perjalanan panjang Desa Ramah Burung Jatimulyo.
Kelik Suparno, salah satu pendiri KTH Wanapaksi menyampaikan perjalanan Jatimulyo telah dimulai sejak tahun 2002 sebagai awal eksplorasi keragaman hayati Jatimulyo oleh para peneliti, pemerhati dan pengamat burung. Perjalanan terus berkembang hingga terbentuk perdes pada tahun 2014 serta inovasi kopi sulingan sebagai awal bangkitnya perekonomian berbasis konservasi. Tahun 2018 KTH Wanapaksi dibentuk dan terus mengembangkan berbagai program konservasi meliputi adopsi sarang burung, edukasi, dan lain-lain. Perjalanan Desa Ramah burung tidak terlepas dari peran serta masyarakat maupun pemerintah Kalurahan Jatimulyo didukung oleh berbagai komunitas maupun organisasi pegiat lingkungan.
BKSDA Yogyakarta, BPPHLHK (GAKKUM) Seksi Wilayah II serta Kapolsek Kepanewon Girimulyo dihadirkan untuk memberikan arahan terkait pengelolaan kawasan konservasi dan bagaimana menyikapi apabila terjadi pelanggaran terkait perburuan liar atau perusakan lingkungan. Ketua BKSDA Yogyakarta M. Wahyudi memaparkan sinergi dan integrasi antar stakeholder itu penting guna untuk kesuksesan suatu pengelolaan kawasan.
“Konservasi sendiri itu adalah menjaga keanekaragaman hayati atau seluruh alam agar dapat digunakan dan dimanfaatkan dalam jangka panjang untuk kesejahteraan masyarakat. Jadi intinya konservasi ini juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ungkap M. Wahyudi.ÂÂ
Sedangkan perwakilan dari BPPHLHK (GAKKUM) Seksi Wilayah II dan Kapolsek Kepanewon Girimulyo, AKP Yuli Hermawan memaparkan tentang tata cara pelaporan apabila terjadi tindak pelanggaran terkait Perdes yang dimiliki kalurahan Jatimulyo atau pun pelanggaran terkait perusakan alam lainya.
Sementara itu potensi kelimpahan dan fungsi keanekaragaman hayati di Kulonprogo dipaparkan oleh Burung Indonesia. Andriansyah perwakilan dari Burung Indonesia menyampaikan keanekaragaman hayati di Kulonprogo ini sangat melimpah dan sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat, karena hampir seluruh masyarakat di Kulonprogo mata pencaharian utamanya adalah petani dan peternak yang menggantungkan hidupnya di alam.
“Kulonprogo memiliki 40% jenis kelelawar yang ada di Jawa serta lebih dari 25% jenis burung yang ada di provinsi Yogyakarta, dan beberapa kelelawar dan burung ini memiliki fungsi membantu penyerbukan buah serta menjadi agen penyebar biji tumbuhan†tegas Andriansyah (Java Program Manager Burung Indonesia).
Kegiatan kali ini diakhiri dengan penandatanganan berita acara kesepakatan bersama perlindungan lingkungan di Kawasan Lanskap Menoreh oleh Lurah Jatimulyo, Lurah Purwosari, Kepala Desa Donorejo dan Kepala Desa Tlogoguwo menandatangani berita acara disaksikan oleh Kepala Bappeda Kulon Progo, Kapolsek Kapanewon Girimulyo, BKSDA Yogyakarta, BPP HLHK (GAKKUM) Seksi Wilayah II serta seluruh undangan yang hadir dalam kegiatan ini. Harapan telah digantungkan kepada masyarakat desa di Kawasan Lanskap Menoreh agar mereka dapat menggali potensi kekayaan hayati alam desanya serta mampu memperluas jaringan tentang konservasi di tingkat tapak terkait perlindungan kawasan di Kawasan Lanskap Menoreh ini. (RedG/Pantiati C, Muhammad Yusuf)
ÂÂ