PENGUATAN AKHLAK SISWA

Dr. Aji Sofanudin
Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang

Semarang – Dalam teori behaviorisme, belajar hakikatnya membutuhkan tiga prasyarat yakni (1) adanya penambahan pengetahuan, (2) adanya penambahan keterampilan, dan/atau (3) adanya perubahan sikap dan perilaku.

Belajar selain sebagai the process of acquiring knowledge and skill, proses mendapatkan pengetahuan dan keterampilan, belajar juga diharapkan mengubah sikap dan perilaku. Oleh karena itulah, tugas guru tidak hanya untuk transfer of knowledge, tetapi juga transfer of value. Di sinilah pentingnya akhlak dalam dunia pendidikan.

Akhlak merupakan hal yang penting dalam hidup dan kehidupan. Secara eksplisit “akhlak mulia” ada di dalam UUD 1945, Pasal 31 (3); UU Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 3; PP Nomor 55 Tahun 2007, Pasal 2 (2); PMA Nomor 13 Tahun 2014, Pasal 2; serta KMA Nomor 211 Tahun 2011, Bab I Pedoman Pengembangan Standar Isi Pendidikan Agama Islam. Regulasi terbaru, Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter pada hakikatnya juga dalam kerangka memperbaiki akhlak.

Doktrin agama (baca Islam) juga menempatkan akhlak pada kedudukan yang istimewa. Di dalam al-Qur’an terdapat lebih kurang 1500 ayat yang berbicara tentang akhlak, baik yang bersifat teoretis maupun praktis. Belum terhitung lagi hadits-hadits nabi, baik perkataan maupun perbuatan yang mengulas tentang akhlak.

Dalam konteks pendidikan di sekolah, akhlak siswa merupakan aktivitas siswa yang bersifat fisik (doing, teramati) sebagai manifestasi dari keyakinan dalam menjalankan ajaran agama. Jika dikaitkan dengan akhlak siswa SMA mencakup beberapa dimensi: (1) akhlak siswa terhadap Allah dan Rasulullah, (2) akhlak siswa terhadap diri sendiri, (3) akhlak siswa terhadap teman, (4) akhlak siswa terhadap orang tua/guru, dan (5) akhlak siswa terhadap lingkungan.

Dalam kaitan akhlak siswa, Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang (2017) melakukan pengumpulan data tentang Indeks Perilaku Beragama terhadap 1.202 siswa pada 50 SMA negeri di Jawa Tengah dan 299 siswa pada 12 SMA negeri di Yogyakarta. Temuan penelitian menunjukkan bahwa Akhlak Siswa SMA Negeri di Jawa Tengah dan DIY tergolong rendah, khususnya akhlak terhadap Allah/Rasulullah.

Temuan penelitian menunjukkan bahwa indeks perilaku beragama siswa SMA negeri di Jawa Tengah sebesar 3,18. Sementara indeks perilaku beragama siswa SMA negeri di DIY sebesar 3,23. Dilihat dari masing-masing aspek, maka yang rendah ada pada aspek pertama yakni Akhlak kepada Allah/Rasulullah, yakni sebesar 2,82 (Jawa Tengah) dan 2,84 (DIY).

Ini artinya bahwa pada siswa SMA Negeri di Jawa Tengah dan DIY untuk aspek ritual beragama seperti menjalankan puasa, membaca Al-Qur’an, sholat fardlu, dan sholat sunnah masih tergolong rendah. Jika ditelusur ternyata aspek-aspek ibadah sunnah yang paling rendah.

Secara kualitatif ditemukan, ada pemahaman siswa yang kurang tepat dalam memaknai makna ibadah sunah. Secara umum sunah diartikan sebagai suatu perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak apa-apa.

Seharusnya sunah adalah sebuah keistimewaan, yakni perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapatkan keistimewaan. Apabila dikerjakan mendapat pahala, jika ditinggalkan tidak berdosa (bukan tidak apa-apa…!!). Wallahu’alam. (RedG)

Semarang, 15 Mei 2018

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *