oleh

Pengaruh Penerapan E Government Dalam Rangka Pencegahan Korupsi di Lapas 

Penulis :  Muhamad Rizqi Sholehudin (Taruna Politeknik Ilmu Pemasyarakatan) 

Jakarta – Penerapan good government governance menuntut pemerintah Indonesia untuk lebih transparan, bersih dan akuntabel dalam menjalankan pemerintahannya. Berlakunya UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merupakan salah satu upaya untuk mendorong pemerintahan yang bersih. Kementerian/Lembaga merupakan penyelenggara negara yang melakukan pengelolaan anggaran dan menjalankan pelayanan publik. Sebagian besar anggaran pada APBN akan dikelola oleh Kementerian/Lembaga. Sebagian besar perkara tindak pidana korupsi (tipikor) yang terjadi di Kementerian/Lembaga di Indonesia diakibatkan oleh lemahnya perencanaan serta pengelolaan anggaran dalam tubuh instansi tersebut (Komisi Pemberantasan Korupsi, 2013). Menurut data penanganan tindak kasus pidana korupsi yang ditangani KPK dalam tahap penyidikan, jumlah kasus tindak pidana korupsi di lingkungan Kementerian/Lembaga paling tinggi bila dibandingkan dengan instansi lain salah satunya yaitu Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang sebagai instansi penegak hukum

Bagaimana idealnya Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat pembinaan bagi pelanggar hukum, namun realitanya pembinaan belum maksimal karena output yang dihasilkan belum optimal. Hal tersebut terjadi disebabkan adanya penyelewengan yang dilakukan oleh oknum tertentu didalam Lapas yang melakukan korupsi.  Salah satunya diskriminasi di kalangan napi masih terjadi melalui hasil temuan Ombudsman RI dalam sidak yang diadakan pada tanggal 21 Desember 2019 di lapas Sukamiskin, mendapati sel mewah milik Setya Novanto dan Nazaruddin. Kedua narapadina korupsi tersebut mendapatkan sel baknya di hotel dengan ukuran kamar yang lebih luas ketimbang kamar narapidana lainnya.Pemandangan tersebut berbanding terbalik dengan lapas Bagansiapiapi, para narapidana harus rela berdesak-desakkan karena lapas mengalami overcapacity sampai 800 persen. Penyebabnya karena lembaga pemasyarakatan yang tertutup dan terisolasi sehingga jauh dari pantauan masyarakat dan menyebabkan dampak buruk pada praktek menyimpang didalam lembaga seperti suap, korupsi dan pungli.

Perilaku korupsi telah menjadi seperti kebiasaan di Indonesia, para pelakunya pun seperti telah mengakar baik dari level pejabat tinggi sekelas pejabat negara hingga pejabat desa, bahkan pejabat di lingkungan RT/RW. Para ASN (Aparatur Sipil Negara) pun, tanpa mereka sadari pada kesehariannya telah melakukan tindakan korupsi. Modus mereka ialah “terlambat datang, pulang duluan”, mereka telat datang masuk kantor, namun pulang cepat sebelum waktu yang telah ditentukan, hal tersebut merupakan salah saru contoh dari korupsi dalam hal yang terkecil.

Baca Juga  NAHDLIYIN & PEMILU 2024

Mengapa korupsi di Indosesia ini bisa seperti sekarang ini, mengapa bisa seperti telah mengakar, dan bisakah korupsi ini dihilangkan atau dicabut hingga ke akarnya hingga tidak ada lagi korupsi di Bumni Indonesia ini? Jika kita memandang sesuatu secara realistis, maka jawaban yang kita lihat sekarang ialah “TIDAK”, jika perilaku masyarakat Indonesia masih seperti hari ini tentu kata tersebut bukanlah sesuatu yang tabu untuk dikatakan. Perilaku korupsi ini telah mengakonatkan kemiskinan bagi rakyat kecil akibat perilaku serakah dan tamak oleh para pejabat.

Tahun 2016 di Kementerian Hukum dan HAM Jakarta. ’’Pada target kinerja yang akan datang, seluruh sendi pelaksanaan tugas diarahkan untuk pelaksanaan e-government (e-gov), untuk itu maka selain melakukan evaluasi baik anggaran maupun kinerja, program kerja yang akan kita buatpun diarahkan berbasis IT dengan konsep e-gov.’’ujar Menkumham RI b b bmh, Salah satu yang dilakukan oleh Lapas dalam rangka pencegahan praktek korupsi didalam lembaga salah satunya adalah menerapkan E-Government dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat maupun warga binaan. Adapun pelayanan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan dalam penerapan E Goverment salah satunya melalui aplikasi pengelolaan Sistem Data Base Pemasyarakatan (SDP). Sistem Database Pemasyarakatan merupakan salah satu solusi Teknologi Informasi komprehensif yang mencakup seluruh business process dalam Pemasyarakatan. Sistem Data Pemasyarakatan didefinisikan sebagai keseluruhan sistem informasi yang meliputi pengelolaan, penyaringan, penyajian, pengumpulan, dan pengkomunikasian informasi Pemasyarakatan. Pengelolaan SDP adalah sebuah kegiatan pelaksanaan manajerial, operasional, dan khusus yang melibatkan lintas Satuan Kerja yang relevan untuk menjamin berjalannya SDP dibawah koordinasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Dengan adanya aplikasi ini tentu adanya keterbukaan informasi pengelolaan data narapidana sehingga mencegah terjadinya korupsi di Lembaga Pemasyarakatan. Diharapkan dengan adanya E Government dapat mencegah terjadinya praktek korupsi didalam lembaga pemasyarakatan. Adapun pengaruh penerapan E Government di Lapas diantaranya :

  1. E-government merupakan alat yang efektif dalam mengurangi tindak pidana korupsi karena dalam metode ini akses informasi dapat diperluas, menyederhanakan aturan dan prosedur dalam birokrasi sehingga lebih transparan, mengurangi kekuasaan diskresi dan meningkatkan akuntabilitas (Elbahnasawy, 2014). Dengan adanya alat ini, segala informasi yang diperoleh dapat lebih terbuka dan diketahui oleh banyak orang sehingga dapat menutup kemungkinan mencegah praktek korupsi didalam Lapas
  2. Menurut Teori Klitgaard (1988), korupsi terjadi dikarenakan pejabat mempunyai kekuasaan mutlak (monopoli) ditambah kelonggaran wewenang (discretion) yang besar serta rendahnya akuntabilitas. Dengan adanya e-government dalam tubuh pemasyarakatan ini diharapkan dapat meningkatkan transparansi serta akses informasi, tidak hanya dapat diakses beberapa orang elit saja, yang diharapkan dapat mengurangi monopoli dan diskresi pejabat dalam mengambil keputusan sendiri. Oleh karena itu, penerapan e-government dapat menurunkan korupsi.
  3. Pelayanan pemerintah menggunakan teknologi informasi tersebut menyederhanakan prosedur sehingga meminimalkan contact antara petugas atau panitia terhadap penerima pelayanan. Menurut Bhatnagar & Apikul (2006), aplikasi e-government dapat membangun kepercayaan masyarakat kepada pemerintah melalui peningkatan transparansi, mudah dalam mengakses informasi, serta berkontribusi sebagai upaya anti korupsi. Inisiatif e-government dapat meningkatkan pelayanan publik dan mengurangi korupsi serta meningkatkan hubungan antara pemerintah dengan masyarakat (Nam, 2012). Dengan demikian, maka dapat
  4. Meminimalkan adanya korupsi berupa pemberian suap atau gratifikasi terhadap pejabat publik. Karena informasi tidak hanya diakses oleh kalangan elit, maka peluang adanya korupsi atau pin gratifikasi dapat diminimalisir
Baca Juga  Menciptakan Kader Pemasyarakatan Anti Korupsi  

 

Daftar Pustaka :

  1. Bhatnagar, S., & Apikul, C. (2006). Fighting Corruption with e-Government Applications. APDIP e-Note 8 / 2006
  2. Klitgaard, R. (1988). Controliing Corruption. University of California Press.
  3. Elbahnasawy, N. G. (2014, May). E-Government, Internet Adoption and Corruption: An Empirical Investigation. World Development, Volume 57, 114-126, ISSN 0305-750X.

Undang Undang

  1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999
  2. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999

(RedG)

 

 

Komentar

Tinggalkan Komentar