oleh

Pelangi Cinta Nusantara, di Hari Lahir Pancasila

Magelang -  Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), FKPT (Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme) Jawa Tengah, NuCareer.id (Portal lowongan kerja & pengembangan karir), Pertiwi Indonesia, dan organisasi masyarakat, jajaran Muspida, dan komunitas lainnya menggelar kegiatan Pelangi Cinta Nusantara – Parade Seni Budaya dan Ngaji Nusantara dilaksanakan pada Rabu (31/5/2022). Kegiatan ini bertempat GOR Tri Bhakti, Jl. Jend. Sudirman No.68A, Tidar Selatan, Kecamatan Magelang Selatan, Kota Magelang, Jawa Tengah, dalam rangka memperingati hari lahir Pancasila.

Dalam siaran pers panitia, dijelaskan bahwa kita tentu tahu Indonesia merupakan negara kesatuan yang dihuni oleh beragam suku dan agama. Fakta ini menunjukkan bahwa Indonesia justru eksis selama ini berkat perbedaan dan keragaman. Bahkan, jika merujuk pada sejarah kemerdekaannya, Indonesia mampu berdaulat sebagai negara berkat perjuangan hidup mati para pahlawan dan patriotisme rakyat dengan latar belakang suku dan agama yang berbeda-beda. Karenanya, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa “keragaman dan perbedaan merupakan takdir Indonesia”. Tentu saja untuk itu diperlukan semacam kesepakatan bersama agar Indonesia sebagai rumah besar bangsa ini, tetap eksis sebagai negara berdaulat. Para pendiri bangsa yang mewakili seluruh rakyat Indonesia pada masa itu pun akhirnya menyepakati secara bulat untuk menjadikan Pancasila sebagai perekat dan pemersatu bangsa.

Meski bukan agama, Pancasila sebagai hasil konsensus bangsa juga mengadopsi nilai-nilai keagamaan. Lebih dari itu, ia telah terbukti secara historis, mampu menjaga keutuhan dan harmoni di antara umat dari pelbagai agama. Dengan kata lain, cinta kasih yang diajarkan agama dan kedamaian hidup yang bersifat fitriah menemukan lahan suburnya di Indonesia berkat Pancasila.

Tanpa Pancasila, umat beragama akan kehilangan wahana untuk membumikan nilai-nilai kasih sayang sekaligus kehilangan rasa aman. Tanpa Pancasila, umat beragama akan saling bersaing dan saling memaksakan agama atau pemahamannya kepada pihak lain. Situasi ini tentu saja akan rawan konflik dan bahkan tak jarang berujung pada aksi kebiadaban atas nama agama. Kehidupan sesuai fitrah yang penuh kedamaian dan toleransi pun akan makin jauh dari kenyataan.

Karena itu, menjaga Pancasila sebagai perekat dan pemersatu bangsa yang faktanya terdiri dari beragam agama menjadi kewajiban bersama. Menolak, memusuhi, dan bernafsu mengganti Pancasila sebagai hasil konsensus bangsa sama saja dengan meruntuhkan Indonesia yang faktanya berdiri di atas kebhinekhaan dan persatuan. Juga menjerumuskan agama dalam kisruh pemaksaan, penyeragaman, dan konflik berkepanjangan yang jelas-jelas bertentangan dengan prinsip agama itu sendiri sebagai ajaran kasih sayang.

Baca Juga  Perumda Air Minum Tirta Mulia Kabupaten Pemalang Lakukan Penyesuaian Tarif Pada Beberapa Kelompok Pelanggan

Belakangan ini, cita-cita hidup bersama dalam harmoni dan toleransi beragama dengan berasaskan Pancasila lagi-lagi mendapat ujian cukup berat. Utamanya adalah merebaknya paham radikal atas nama agama yang anti Pancasila seraya memprovokasi aksi kekerasan dan teror di tanah air.

Tentu saja gejala memprihatinkan ini dipicu banyak faktor. Salah satunya, intoleransi yang memiliki daya rusak luar biasa bagi kehidupan masyarakat. Apalagi jika itu dibungkus atribut dan slogan keagamaan serta dikampanyekan masif dan terstruktur. Pasalnya, Indonesia termasuk negara berpenduduk mayoritas Muslim dengan sentimen keagamaan cukup tinggi.

Tanpa dibarengi pemahaman Agama yang memadai, sentimen keagamaan berpotensi menjadi benih intoleransi; enggan bersikap terbuka dan menghargai perbedaan. Orang/kelompok yang terjangkit intoleransi cenderung merasa benar sendiri. Pihak lain yang tak sepaham akan dituduh salah dan sesat. Karenanya, intoleransi menjadi wahana bagi mekarnya takfirisme (paham mengafirkan pihak lain, baik yang seagama tapi berbeda mazhab, terlebih yang berbeda agama).

Intoleransi dan takfirisme yang dibiarkan berkembang di masyarakat akan menjadikan negara rawan konflik horizontal. Bahkan memungkinkan terjadinya penganiayaan sesama berskala besar. Pihak yang paling rentan menjadi korban tentu saja kelompok minoritas dalam hal jumlah. Lebih dari itu, intoleransi dan takfirisme juga akan membuka jalan bagi masuknya kelompok-kelompok teroris ke tanah air.

Didorong keprihatinan mendalam dan tekad untuk menangkal gejala sosial destruktif itu, sejumlah elemen warga kota Magelang dari beragam latar agama (Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha, Kong Hu Cu) yang tergabung dalam perkumpulan Pelangi Cinta Nusantara dengan Ketua Habib Mustofa Ali mengadakan acara Pelangi Cinta Nusantara – Parade Seni Budaya dan Ngaji Nusantara.

Sebuah acara yang di kemas dengan nuansa seni budaya sekaligus keagamaan ini diharapkan menjadi momentum warga kota Magelang pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya, untuk terus merawat Pancasila, membangun cinta kasih agama, mengokohkan kehidupan sosial yang toleran, mempererat jalinan persatuan demi keutuhan bangsa dan negara tercinta.

Baca Juga  Tanggul Citarum Jebol, 20 Kecamatan di Bekasi Terendam Banjir

Rangkaian acara Sesi 1 Jam 13.00 – 17.00 WIB Parade Seni & Budaya. Sesi 2 Jam 19 00- 23.00 WIB Parade Seni & Budaya, Sarasehan Budaya / Ngaji Nusantara. Acara inti dari Pelangi Cinta Nusantara adalah Sarasehan Budaya – Ngaji Nusantara. Konsep Sarasehan Budaya – Ngaji Nusantara ini memiliki konsep acara bincang-bincang dengan suasana santai dan kekeluargaan.

Acara ini diisi oleh Brigjend Pol Ahmad Nurwahid (Direktur Pencegahan BNPT), Prof Dr Syamsul Ma’aarif M.Ag (Ketua FKPT Jawa Tengah & Guru Besar UIN Walisongo), AKBP Yolanda Evalyn Sebayang SIK MM (Kapolres Magelang Kota), Dr. Ngatawi Al-Zastrow, S.Ag., M.Si. (Tokoh Budaya), Sutanto Mendut (Seniman), dengan moderator Sendang Wangi (CEO NuCareer.id & Pegiat Budaya).

Bincang-bincang santai dengan diiringi gamelan ini didukung juga oleh Kapolres Magelang Kota, Dandim 0705 Magelang, dan sejumlah tokoh lintas agama Provinsi Jawa Tengah dan kota Magelang antara lain tokoh agama Islam K.H. Muhammad Yusuf Chudlori, tokoh agama Katolik romo RD Antonius Dodit Haryono PR dari Pastor Vikep Kedu, tokoh agama Budha Romo Angga Dhammo Warto, tokoh agama Kristen dari API (Asosiasi Pendeta Indonesia) JaTeng, tokoh agama Hindu dari Parisada Hindu Dharma (PHDI) JaTeng, dan tokoh agama Konghucu dari Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia ( MATAKIN) serta sejumlah tokoh budaya di Provinsi Jawa Tengah dan kota Magelang.

Acara peringatan hari Pancasila ini diramu dengan Parade Seni Budaya yang dimeriahkan oleh Magelang Pantomime, Solo Musik oleh Yanuar Sastra, musik akustik oleh Hal , tari Gathotkoco Gandrung oleh Dyasmoro, tari Klono oleh Setya Aji, tari Indonesia Bangkit oleh Gendis Ayu, tari Roro Ngigel dan tari Mahardika oleh sanggar Srikandi, pertunjukan Barongsai oleh kelenteng Liong Hok Bio, tari Gambyong oleh NR Art Production, gamelan Jodho Kemil, lagu Ilir-ilir oleh Prisa, dan persembahan Puisi oleh Masdar. (RedG/hms).

Komentar

Tinggalkan Komentar