oleh

Pasca Lebaran Harga Ayam Potong Melonjak

Semarang – Pasca Lebaran Idul Fitri 1442 H, harga ayam potong atau boiler di Pasar Gayamsari Kota Semarang mencapai Rp 40.000 ribu per kilogram.

Angka itu menunjukkan kenaikan harga dibanding sebelum Idul Fitri, yakni masih stabil Rp 32 per kilogram.

Salah satu pedagang ayam potong, Adityo Hendro mengaku, kenaikan harga ayam potong yang mengakibatkan jumlah pembeli menurun. Dirinya juga mengatakan biasanya per harinya dapat menjual sekitar 75 kilogram, namun sekarang laku 50 kilogram sudah maksimal.

“Ini saya jual harga dari sananya. Biasanya “mremo” tapi sekarang tidak bisa, karena harga dari peternak sudah naik,” kata Adityo.

Momentum Lebaran, Adityo menjual ayam potong dengan harga khusus karena minat beli konsumen meningkat. Namun, kini urung dilakukannya, karena daya beli konsumen sedang turun.

“Biasanya saya ambil keuntungan lebih banyak, karena konsumennya juga banyak. Sekarang harga segini konsumen berkurang, makanya jual apa adanya, keuntungan sewajarnya,” ujarnya.

Pedagang ayam potong lainnya, Elly Supriati mengaku dagangannya sepi pembeli. Menurut Elly, melonjaknya harga ayam potong menjadi penyebab konsumen enggan datang.

“Ini saya jual perkilogram Rp 38.000, dari tadi sepi pembeli,” ucapnya.

Dirinya biasanya dalam sehari dapat menjual ayam potong bisa mencapai sekitar satu kwintal ayam potong. Semenjak awal bulan Ramadan, ia mengaku konsumen semakin menurun dengan harga ayam selalu naik.

“Normal perkilogram Rp 35 ribu, awal Ramadhan naik sampai puncaknya H-1 lebaran Rp 45.000 dan kini Rp 38.000,” jelasnya.

Harga ayam potong naik melonjak setelah lebaran (Foto: Istimewa)

Sepi Pembeli

Selain itu, harga sembako di Pasar Gayamsari masih terpantau stabil. Dan suasana pembeli masih tidak seperti seramai Lebaran 1442 H.

Salah satu pedagang sembako, Surono mengeluh perihal harga seperti telur, minyak goreng, gula jawa dan gula pasir tersebut masih sama sebelum Lebaran sehingga menyebabkan sepi pembeli.

Baca Juga  Bukti, OTT PNS Dishub Kota Jambi

“Telur, minyak goreng, gula jawa, gula pasir harga masih sama sebelum lebaran. Cuma pembelinya tidak ada,” keluh Surono.

Menurut Surono, sepinya konsumen karena kalah dari pasar modern atau minimarket. Konsumen di tokonya hanya berasal dari pemilik warung dan pengecer sembako kampung.

“Di sini yang membeli hanya bakul, kalau eceran belinya di minimarket,” imbuh Surono. (RedG/Dicky Tifani Badi)

Komentar

Tinggalkan Komentar