oleh

Koalisi Guru Besar Menyoal Temuan Ombudsman RI, Agar Pempinan KPK Taat Hukum

Jakarta – 73 Guru besar dari berbagai perguruan tinggi yang bergabung dalam Koalisi Guru Besar menyoroti adanya temuan Ombudsman RI mengenai penyelenggaraan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) untuk pegawai KPK yang sarat akan permasalahan, mulai dari praktik maladministrasi, penyalahgunaan wewenang, bahkan berpotensi melanggar hukum pidana. Selain itu, mitra KPK, yakni Badan Kepegawaian Negara (BKN), juga disebut tidak kompeten untuk turut serta sebagai penyelenggara TWK.

“Sebagaimana dipahami bersama, isu TWK pegawai KPK telah menarik perhatian masyarakat, setidaknya selama tiga bulan terakhir. Bagaimana tidak, TWK yang sejatinya melanggar hukum itu tetap saja dipaksakan oleh Pimpinan KPK. Sehingga, hal tersebut mengakibatkan roda kerja KPK, khususnya bagian penindakan, tidak lagi berjalan maksimal. Sebab, diantara 75 pegawai non aktif, terdapat sejumlah penyelidik maupun penyidik yang sedang menangani perkara besar. Misalnya, korupsi bansos, ekspor benih lobster, KTP-Elektronik, skandal pajak, dan perkara-perkara lainnya. ” papar Prof. Azyumardi Azra, dalam pres rilis yang dikeluarkan Selasa (27/7).

Koalisi Guru Besar ini juga mengungkapkan kemirisannya karena TWK pegawai KPK juga terkesan mengkerdilkan makna kebangsaan itu sendiri. Berdasarkan pengakuan dari sejumlah pegawai non aktif, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan justru melanggar hak asasi manusia. Sangat janggal, seluruh pegawai malah ditanyakan tentang kehidupan pribadi, keyakinan, bahkan juga menyasar pada indikasi pelecehan perempuan dan rasis untuk kelompok tertentu. Ini semakin menunjukkan rendahnya kualitas penyelenggara TWK itu sendiri.

Menurutnya, temuan Ombudsman itu sebenarnya tidak mengejutkan banyak pihak lagi. Beberapa waktu terakhir, terutama sejak perubahan UU KPK dan pergantian Pimpinan KPK, lembaga antirasuah itu memang kerap menimbulkan kontroversi dan memperlihatkan penurunan performa dibandingkan dengan periode sebelumnya. Poin ini pun dapat merujuk pada rendahnya tangkap tangan sepanjang tahun 2020, ketidakberdayaan meringkus buronan, penghentian penyidikan perkara besar, hingga terlalu banyak memperlihatkan gimik politik. Melihat hal ini, menjadi wajar jika performa Indonesia dalam indeks persepsi korupsi merosot tajam berdasarkan temuan Transparency International.

Baca Juga  Bantuan Pasca Banjir, Masyarakat Desa Magelung Berterima Kasih

Berkenaan dengan temuan Ombudsman atas penyelenggaraan TWK, maka Koalisi Guru Besar Antikorupsi merasa penting untuk menyerukan agar Pimpinan KPK segera melantik 75 pegawai menjadi aparatur sipil negara. Setidaknya ada dua poin yang melandaskan kesimpulan tersebut. Pertama, selaku aparat penegak hukum, sudah selayaknya KPK taat atas keputusan lembaga negara yang dimandatkan langsung oleh undang-undang untuk memeriksa dugaan maladminstrasi. Poin ini pun ditegaskan dengan adanya Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Ombudsman yang menyatakan Terlapor (KPK) wajib hukumnya melaksanakan rekomendasi Ombudsman. Jadi, masyarakat tentu tidak berharap KPK menggunakan dalih-dalih lain untuk menghindar dari kewajiban ini.

Kedua, temuan Ombudsman ini penting untuk ditindaklanjuti di tengah ketidak percayaan masyarakat terhadap KPK. Temuan lembaga-lembaga survei pada sepanjang tahun 2020 sangat miris, KPK yang sediakala selalu mendapatkan apresiasi oleh masyarakat, sekarang justru bertolak belakang. Anomali ini mesti disikapi secara bijak dan profesional, setidaknya maladministrasi TWK ini dapat menjadi bahan evaluasi mendasar bagi KPK. Terlebih selama periode perdebatan TWK, KPK juga terlihat arogan karena mengabaikan instruksi Presiden dan melanggar putusan Mahkamah Konstitusi.

Terakhir, jika KPK juga enggan untuk melantik 75 pegawai, maka Presiden Joko Widodo selaku Kepala Negara mesti bertindak. Pilihannya ada dua, Presiden memerintahkan secara langsung Pimpinan KPK atau Presiden mengambil alih untuk melaksanakan putusan Ombudsman dan melakukan proses pelantikan pegawai KPK. Hal ini penting untuk segera menyudahi kegaduhan di tengah situasi pandemi Corona Virus Disease-19. Selain itu, penting pula untuk dicatat, selaku eksekutif tertinggi, baik KPK maupun BKN, wajib hukumnya mengikuti arahan Presiden. (RedG /Ian Rasya)

Komentar

Tinggalkan Komentar