oleh

Jika Ada Konvensi dari Koalisi Indonesia Baru, Ganjar atau Anies yang Layak Dipilih ?

Penulis : Heru Subagia
Direktur Sepadanit Institute
Alumni Fisip UGM Jogjakarta

Cirebon – Partai Nasdem diklaim sebagai inisiator gagasan selesaikan kepemimpinan nasional melalui konvensi. Partai besutan Surya Paloh ini berhasil menggelar Konvensi dan melahirkan rekomendasi Nama Capres meraih tiket dalam pemilu 2019 di mana Jokowi Widodo adalah presiden hasil rekomendasi Konvensi Nasdem. Berkat strategi jitu ini Nasdem berhasil menaikan elektoral dan pada pemilu 2019 berhasil mencapai suara gemilang 9,6 persen DPR-RI atau 88 kursi.

Rekomendasi Capres dari konvensi sangat linier dengan perolehan suara akibat dari efek jas dasi/ coaltail effect. Bidikan konvensi berhasil memperoleh kursi kepresidenan kendati presiden terpilih bagian hasil konsorsium koalisi gemuk partai GOLKAR, PDIP, PKB, Nasdem, PPP.

Dalam bahasa akademis, terminologi konvensi merupakan hukum kebiasaan dalam konteks ketatanegaraan yang diterapkan dan dilangsungkan di lembaga- lembaga negara atau eksekutif. Konvensi mengandung hukum tidak tertulis dalam kelembagaan dan ketatanegaraan sedangkan hukum tertulis disebutkan bagai konstitusi seperti UUD 45. Konvensi dalam pengertian pendekatan politik diartikan sebagai bagian proses dan tindakan permusyawaratan kesepakatan berkaitan dengan kebiasaan / tradisi, adat istiadat dan sebaginya.

Pengertian konvensi dalam perspektif politik bersifat aktif dan dinamis. Partai politik seperti Nasdem memaknai istilah konvensi sebagai cara atau alat seleksi kader atau tokoh yang dilakukan partai/ organisasi . Sistem kerja konvensi sangat sistematis dan terukur.

Dengan melakukan tahapan awal yakni penjaringan calon dilanjutkan proses verifikasi dan diakhiri dengan uji kepantasan yang menghadirkan semua calon, banyak saksi dan tim penguji baik pakar tokoh akademisi dan sekaligus elite partai penggagas. Konvensi seperti layaknya sidang senat terbuka universitas untuk memperoleh gelar doktoral.

Konvensi dipercaya sebagai proses seleksi pemimpin nasional yang paling kredibel dan telah memenuhi standar niai-nilai profesionalisme akademis,legalitas politik dan uji kepantasan publik sebagai prasyarat kompetensi nilai demokrasi.

Gagalnya Nasdem menggelar konvensi yang rencana akan digelar bulan Juni 2022 penulis melihat momen tersebut diambil alih kongsi partai. Gagasan konvensi bisa jadi ditindaklanjuti gerak cepat dengan terbentuknya koalisi tiga bersatu terdiri tiga partai besar dan menengah yakni PAN,PPP dan Golkar.

Baca Juga  Tambak Udang Vanamei Dalam Lingkup Pengelolaan Lingkungan Hidup

Nasdem kehilangan momentum politik dengan meninggalkan tradisi konvensi di geser dengan ritual partai yakni rakernas yang dijadwalkan digelar tanggal 15-17 Juni 2022. Ironi sekali tiba – tiba membatalkan konvensi yang sudah diamanatkan dalan Kongres Nasional tahun 2021 yang memberikan amanat resmi ke Pengurus DPP Nasdem untuk menggelar konvensi di pertengahan Juni 2022.

Nasdem terbentur oleh prasyarat konvensi yang telah dibuatnya yakni konvensi diarahkan untuk menjaring dan memilih calon pemimpin pemimpin nasional non partai, sementara dalam proses penjajakan dengan partai lain hampir semua partai menginginkan ketua partai menjadi capres .

Alasan Nasdem tidak bisa mengusung capres sendirian, hanya kuasai perolehan DPRRI sebesar 9,6 % serta persayaratan dari KPU berkaiatan pencalonan capres harus memenuhi ambang batas presiden atau Presidential Threshold sebesar 20 %. Ketua Umum Surya Paloh akhirnya menyerah dan memutuskan menggeser konvensi menjadi rakernas. Faktor teknis internal partai dan administrasi aturan KPU mengharuskan konvensi batal di gelar dikarenakan tidak tercapainya pencapresan syarat syarat formal ditambah belum ditemukannya partner partai yang akan membangun koalisi bersama .

Koalisi partai sebagai syarat mutlak bagi Nasdem untuk bisa mencalonkan capres, minimal mengarah total suara 20% ambang batas pencalonan presiden. Pada akhirnya Nasdem menyerah dan gagal menggelar konvensi .

Konvensi telah gagal dipertahankan padahal yang menjadi ciri khas Nasdem sebagai partai penggagas penjaringan calon pemimpin nasional non partai dengan mekanisme seleksi paling kredibel, terbuka, profesional dan mampu mengangkat partainya sebagai partai dengan gagasan-gagasan mencerahkan untuk berfikir kebangsaan.

Koalisi Tiga Bersatu atau dengan sebutan Koalisi Indonesia bersatu (PAN PPP dan Golkar ) diklaim sebagai Koalisi Indonesia bersatu jilid 2 . Tiga partai tersebut ditenggarai sebagai pendukung pemerintah. Koalisi ini dianggap sebagai perwujudan dan semboyan semangat perbedaan / Bhineka Tunggal Eka mewakili banyak identitas dan terkandung nilai- nilai luhur kebangsaan.

Gagasan berani ini sangat menarik dalam kontestasi demokrasi secara keselurahan baik kontestasi Pileg dan Pilpres dan juga kearah kontestasi lokal yakni pilkada. Komposisi partai dan dalam koalisi melambangkan kekuatan nasionalis – religius. Diprediksi ketiga partai akan memperoleh basis dukungan nasional dan masyarakat religius secara merata di semua Provinsi Indonesia.
Kekuatan koalisi ini dianggap sebagai politik membendung politik identitas paska pemilu 2014 dan 2019 yang melahirkan kubu kampret dan cebong.

Baca Juga  Pembentukan Karakter Anti Korupsi Di Lingkungan Sekolah Kedinasan Poltekip

Kekuatan politik koalisi cukup besar dan mempunyai ciri posisioning daya tawar dalam berbagai kepentingan politik nasional. Dengan memperoleh kursi di parlemen sebesar 23,4% atau 148 Kursi DPRRI dengan komposisi peroleh kursi Golkar 88 ,PAN 44 dan PPP 19 koalisi ini sudah berhasil melampaui ambang batas presiden / presidential threshold. Artinya koalisi ini mempunyai tiket untuk mengajukan pencapresan sendiri. Pada dasarnya koalisi ini bisa mencalonkan capres dari internal partai .

Ketua umum ketiga partai mempunyai peluang yang sama tergantung lobi-lobi khusus atau hasil konsensus bersama. Ketika koalisi menginginkan nama tokoh di luar koalisi, sebagai capres alternatif harus dengan syarat ketat yakni mempunyai elektabilitas tinggi yang menambah daya dorong dan dongkrak koalisi ataupun partai pengusung. Dua kandidat di luar partai pengusung dengan popularitas dan keterpilihan paling tinggi adalah Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan .

Tiket pencapresan 2024 bagi koalisi bisa dijadikan alat dan media komunikasi politik yang potensial untuk kepentingan masing-masing partai atau kepentingan kolektif koalisi. Pertanyaan, sejauh mana koalisi ini akan bekerja dan bertindak, melakukan eksplorasi kekuatannya untuk dijadikan tindakan politik sehingga bisa menguntungkan secara kalkulasi politik serta kepentingan nasional yang lebih luas?

Apakah koalisi ini akan mengadakan konvensi penjaringan capres sepertinya pernah Nasdem lakukan? Beranikah elite partai melepaskan keinginan melahirkan calon pemimpin nasional di luar kader partainya? Melepaskan syahwat politik untuk berkuasa selaku ketum partai sebagai capres.

Atau kah koalisi ini bakal mandul dan stagnan tidak produktif melahirkan gagasan cerdas, produktif untuk kemajuan partai dan kepentingan nasional yang lebih luas? Kita tunggu langkah langkah kemajuan yang dihasilkan para elite partai pengagas Koalisi Tiga Bersatu ini. (RedG)

 

Komentar

Tinggalkan Komentar