oleh

Jelang Pemilu 2024 Hoaks Masih Menghantui Masyarakat

Penulis : Ika Indra Sanjaya

Pemalang – Pemilihan umum, secara konseptual merupakan sarana implementasi kedaulatan rakyat. Melalui pemilu, legitimasi kekuasaan rakyat diimplementasikan melalui “penyerahan” sebagian kekuasaan dan hak mereka kepada wakilnya yang ada di parlemen maupun pemerintahan. Kampanye Pemilihan umum merupakan salah satu usaha untuk mempengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi massa, lobby, dan lain-lain. Meskipun agitasi dan propaganda di negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda banyak dipakai oleh para kandidat atau politikus selaku komunikator politik. Salah satu contoh dari teknik agitasi politik yang digunakan saat ini adalah dengan menyebarkan berita hoaks yang dapat mempengaruhi masyarakat.

Hoaks dan Pemilu, dua kata ini menjadi penting dalam pergelaran demokrasi yang baru saja dilakukan di Indonesia, sebab keduanya memiliki tautan dalam hal partisipasi pemilih untuk menentukan pilihan bagi petarung politik di era demokrasi yang sangat rentan dengan perpecahan. Hoaks menjadi salah satu jurus ampuh untuk pembunuhan karakter lawan politik, mengingat penyebaran hoaks yang sangat cepat dan masif melalui media social dapat mempengaruhi masyarakat dalam menentukan pilihan politiknya, ditambah lagi saat ini dengan era konvergensi yang semakin liar.

Bergesernya penyebaran berita dari media konvensional ke media internet ini menimbulkan pro dan kontra. Sisi positif yang muncul adalah segala jenis informasi dapat diperoleh secara cepat dan mudah. Namun, sisi negatif timbul saat kemudahan di atas   dimanfaatkan oleh oknum tak bertanggung jawab yang menyusun dan menyebarkan berita tidak benar (hoaks), dengan motif yang variatif seperti: politik, SARA, ekonomi, modus penipuan, bahkan sampai menanamkan pola pikir negatif secara psikologis kepada netizen (masyarakat pengguna internet).

Publik sempat dihebohkan dengan video viral yang beredar pada bulan april, sebuah video yang mengklaim bahwa hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 sudah disiapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). “Sehubungan dengan beredarnya video yang menyatakan data hasil Pemilu 2024 sudah ada, perlu kami jelaskan pemungutan suara dan penghitungan suara Pemilu 2024 akan digelar pada Rabu 14 Februari 2024. Jadi belum ada hasil suara,”ujar Hasyim dalam keterangannya, dilansir dari kanal detik.com Kamis (27/4/2023).

Pemilu 2024 kurang beberapa bulan lagi, penyebaran hoaks menjadi salah satu faktor permasalahan dalam pesta demokrasi di Indonesia. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memblokir 565.449 konten hoaks dan berita di media sosial dan internet sepanjang tahun 2021 lalu. Tidak hanya itu, pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 lalu, Kominfo juga menemukan sebanyak 3.356 hoaks yang tersebar pada Agustus 2018 hingga 30 September 2019 lalu. Hoaks terbanyak yaitu mengenai isu politik sebanyak 916 konten hoaks, yang bertepatan dengan momentum Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan legistlatif (Pileg). Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI menyebut potensi penyebaran konten hoaks mengalami peningkatan. Hal ini berkaitan dengan tembusnya angka pemilih pemuda sekitar 60 persen pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang dari laman kompas.com (31/10/2022)

Baca Juga  Jokowi Gagal Usung Nama Ganjar Pranowo Dianggap Paradok Disaat Berkuasa

Terlebih pada 2022, dari kanal website situs Polri terkait dengan pengaduan masyarakat,polri  menerima 113 laporan terkait kasus tersebut, Jumlah tersebut hampir empat kali lipat lebih banyak ketimbang laporan di 2021 yaitu 33 kasus.tren ini, menunjukkan terjadi peningkatan jumlah penindakan, pelapor, dan terlapor sejak 2021 sampai 2022. Ini menunjukkan jumlah penindakan terhadap berita hoaks menjelang pelaksanaan Pemilu 2024.

Laporan We Are Social menunjukkan, jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia sebanyak 167 juta orang pada Januari 2023. Jumlah tersebut setara dengan 60,4% dari populasi di dalam negeri. Jumlah pengguna aktif media sosial pada Januari 2023 mengalami penurunan 12,57% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebanyak 191 juta jiwa. Penurunan itu pun menjadi yang pertama kali terjadi dalam satu dekade terakhir.

Adapun, waktu yang dihabiskan bermain media sosial di Indonesia mencapai 3 jam 18 menit setiap harinya. Durasi tersebut menjadi yang tertinggi kesepuluh di dunia. Lebih lanjut, jumlah pengguna internet di Indonesia tercatat sebanyak 212,9 juta pada Januari 2023. Berbeda dengan media sosial, jumlah pengguna internet pada awal tahun ini masih lebih tinggi 3,85% dibanding pada periode yang sama tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut, 98,3% pengguna internet di Indonesia menggunakan telepon genggam. Selain itu, rata-rata orang Indonesia menggunakan internet selama 7 jam 42 menit setiap harinya,di tahun 2023 dipastikan penggunaan internet di Indonesia mencapai 212 juta orang.

Dampak hoaks jelang pemilu 2024

Jika kita mencermati,menjelang tahun politik atau menjelang pemungutan suara pada hari rabu,14 Febuari 2024 jangan sampai dampak hoaks seperti pemilu 2019 terulang kembali, seperti terjadinya polarisasi antar warga terkait dukungan capres hal ini jelas sangat berbahaya dan dapat melunturkan ketahanan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Apabila ketahanan nasional rapuh maka dapat memicu terjadinya disintegrasi bangsa sehingga proses pembangunan nasional menjadi terhambat.

Belajar dari peristiwa Arab Spring seperti di Syiria, negara tersebut terkoyak- koyak akibat berita hoaks di era post-truth yang terjadi dalam konflik politik antara rezim yang berkuasa Bashar al- Assad dengan kelompok oposisi. Masyarakat Syiria terperosok ke dalam kubangan hoaks, tanpa melakukan klarifikasi dan verifikasi atas berita yang diterima (tanpa tabayyun), melainkan mereka langsung menyerap mentah-mentah semua informasi itu yang cenderung mengadu-domba antara kelompok Islam Sunni dengan kelompok Islam Syiah. Informasi yang beredar langsung diserap menjadi asumsi personal dan membentuk opini yang bersifat dangkal dan subjektif sehingga membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan selanjutnya menimbulkan perpecahan. Konflik politik yang terjadi di Syiria dan negara-negara Arab Spring lainnya pada era post-truth ini patut menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi bangsa Indonesia karena hoaks politik dapat melemahkan ketahanan nasional, bahkan dapat memecah belah NKRI, sehingga mengganggu proses pembangunan nasional yang sedang berjalan.

Baca Juga  Penjara Tidak Menyurutkan Pramoedya Ananta Toer untuk Menulis

Antisipasi hoaks

Menurut pandangan psikologis, ada dua faktor yang dapat menyebabkan masyarakat cenderung mudah percaya pada berita hoaks, yaitu pertama, jika informasi berita hoaks tersebut sesuai dengan opini atau sikap yang dimiliki. Misal seseorang memang sudah tidak setuju terhadap kelompok tertentu, produk, atau kebijakan tertentu begitu juga sebaliknya. Ketika ada informasi yang dapat mengafirmasi opini dan sikapnya tersebut maka akan mudah percaya. Sehingga, keinginan untuk melakukan pengecekan kebenaran terlebih dahulu menjadi berkurang.

Kedua, masyarakat mudah percaya pada berita hoax karena terbatasnya pengetahuan atau literasi soal pembacaan dan pemaknaan terhadap berita online. Masyarakat tidak memiliki prior knowledge tentang informasi yang diterima, sehingga mudah terpengaruh dan percaya oleh berita hoaks (Kompas.com, 23 Januari 2017). Hal ini sejalan dengan John W. Miller dan Michael C. McKenna dalam bukunya World Literacy: How Countries Rank and Why It Matters yang diterbitkan oleh Routledge (2016) (Miller, 2016). Diutarakan literasi masyarakat Indonesia berada diurutan 60 dibanding negara-negara lain.

Menurut saya,Hoaks politik khususnya menjelang pemilu 2024 perlu dimitigasi dengan cara yang baik, benar, tepat. Untuk memitigasi hoaks politik, disarankan beberapa langkah sebagai berikut: (1) Meningkatkan literasi masyarakat melalui peran aktif pemerintah,pemuka masyarakat, agama, dan komunitas,(2)  Menyediakan akses yang mudah kepada sumber informasi yang benar atas setiap isu hoaks, (3) Melakukan edukasi yang sistematis dan berkesinambungan serta tidakan hukum yang efektif bagi penyebarnya.

Selain itu, negara perlu berperan dalam; (1) Memberikan solusi cerdas menghadapi perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, (2) Perumusan situs-situs internet yang memiliki dampak negatif terhadap media sosial, (3) Edukasi penggunaan media sosial secara berkesinambungan, pembentukan lembaga cyber nasional, dan (4) Mawas diri dari berbagai pengaruh negatif yang masuk ke media sosial.

Beberapa langkah untuk mengidentifikasi mana berita hoaks dan mana berita asli: (1) Teliti dan hati-hati dalam membaca informasi terutama pada judul-judul yang provokatif; (2) Jangan asal sebar informasi yang belum jelas kebenarannya; (3) Cermati alamat situs internet/ website; (4) Periksa dengan teliti kebenaran fakta kepada sumber berita yang asli; (5) Cek keaslian foto/gambar;(6) Bergabung dengan kelompok diskusi anti-hoaks. (RedG)

Komentar

Tinggalkan Komentar