oleh

Arcandra: Perusahaan Migas di Eropa Mulai Beralih Bisnis ke Energi Terbarukan

Jakarta – Mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Wamen ESDM), Arcandra Tahar menyebutkan, saat ini banyak perusahaan minyak di Eropa atau Internasional Oil Companies (IOC) Eropa seperti Shell, Total, BP, dan Equanor mulai mengalihkan bisnisnya dari sektor minyak dan gas (migas) ke bisnis Energi Terbarukan (ET).

Hal ini disebabkan tingkat resiko bisnis di sektor Energi Terbarukan rendah karena durasi kontraknya juga jangka panjang, sehingga banyak institut yang mau mendanai proyek ET tersebut.

“Lain halya dengan eksplorasi migas yang memiliki resiko bisnis sangat tinggi,” kata Arcandra, seperti dikutip dari akun Instragram pribadinya @arcandra.tahar, Kamis (11/2/2021).

Adapun enam faktor lain yang mendorong sejumlah IOC Eropa itu mulai beralih bisnis ke ET menurutnya adalah, pertama, saat ini cadangan migas besar dan memungkinkan untuk dikembangkan secara efisien berada di negara yang semakin maju dalam pengelolaan dan pengembangan migas, seperti di Timur Tengah, Venezuela, Libya, Rusia, dan Iran.

“Di negara-negara tersebut, IOC sulit untuk masuk karena industri migas dikuasai oleh National Oil Company di negara masing-masing,” tulisnya.

Kedua, terkait dengan eksplorasi dan produksi migas yang semakin sulit dibandingan dengan ET. Menurutnya, jika lembaga keuangan yang mendanai proyek migas, mereka akan mengenakan biaya yang tinggi.

“Ini sejalan dengan resiko bisnis migas yang juga terus meningkat,” ujarnya.

Faktor ketiga adalah terkait carbon tax. Komisaris Utama PT Perusahaan Gas Negara (PGN) ini menjelaskan, bahwa di Eropa setiap produksi karbon dikenakan pajak antara EURO 1 per ton dan EURO 100 per ton. Sehigga besaran pajak yang harus dibayar perusahaan migas ini akan sangat memberatkan, apalagi dengan risiko bisnis migas yang sangat tinggi.

Baca Juga  Kampus Vokasi ESDM Mulai Buka Pendaftaran Mahasiswa Baru

Faktor keempat-nya, yakni menyangkut dengan level harga minyak saat ini dan prediksi kedepannya. Apalagi, kata Arcandra, saat ini banyak proyek migas yang tidak lagi menguntungkan. Artinya, resiko bisnis yang makin lama makin tinggi mengakibatkan financial risk juga naik.

“Selama tahun 2020 misalnya, Shell melakukan writedown asetnya sekitar $22 miliar, sementara exxonmobile $20 miliar,” tulisnya.

Kelima adalah menyangkut kebutuhan dari negara-negara yang selama ini sangat bergantung dari impor minyak. Seperti China, Jepang, dan India mulai berinvestasi di sektor Energi Terbarukan, sehingga IOC melihat hal tersebut sebagai peluang bisnis baru.

Adapun faktor yang terakhir, menurut Arcandra kenapa IOC Eropa migrasi bisnisnya ke ET adalah menyangkut persoalan lingkungan. Ia mengatakan, saat ini banyak perusahaan migas di Eropa merasa khawatir terhadap sikap kritis masyarakat akan faktor pencemaran lingkungan yang sering ditujukan kepada mereka.

Situasi ini pun, menurut Arcandra, bisa mendorong berbagai class action tersebut menjadi sentiment negatif bagi pelaku usaha migas.

“Sebelum class action terjadi, mereka secara perlahan mulai beralih ke bisnis ET,” tutupnya. (RedG/ong)

Komentar

Tinggalkan Komentar